Jangan Seret Holding BUMN ke Ranah Politik


Dibaca: 6421 kali 
Rabu, 22 Maret 2017 - 02:00:51 WIB
Jangan Seret Holding BUMN ke Ranah Politik

JAKARTA (MR) - Guru besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Ina Primiana mengingatkan, agar Komisi VI DPR jangan menyeret upaya pembentukan holding BUMN ke dalam ranah politik. DPR, lanjut Ina, harusnya berpikir dalam konteks yang lebih luas.

"Politisnya jangan terlalu besar. Jangan terlalu diseret ke arah sudut pandang politik. DPR harusnya melihat dari sisi manfaat dan kepentingan bangsa dan negara," kata Ina dalam keterangan tertulis, Selasa (21/3).

Pakar ekonomi dan bisnis ini menegaskan, harusnya DPR melihat bahwa pembentukan holding BUMN bisa memperkuat BUMN dan juga meningkatkan efisiensi. Selama aset-aset yang dimiliki kuat dan SDM yang ditempatkan memiliki kompetensi dan integritas yang memadai, tentu tidak masalah.

"Karena banyak orang kita yang pintar, yang penting adalah the right man on the right place," lanjut Ina, yang juga peneliti dari

Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Ina juga sependapat, bahwa pembentukan holding akan memperkuat BUMN yang bersangkutan. Termasuk di antaranya, daya saing dengan perusahaan nasional sejenis dari mancanegara. Untuk itu, jika selama ini BUMN tidak berkembang karena mereka bekerja secara sendiri-sendiri, tidak ada salahnya jika kemudian ingin berkembang dan menghimpun kekuatan melalui holding.

Sementara itu, pengamat politik senior Arbi Sanit menilai Komisi VI DPR terkesan menghambat pembentukan holding BUMN. Sikap mereka yang mencari-cari dalih melalui penolakan terhadap PP Nomor 72 Tahun 2016, semakin mengesankan bahwa mereka berusaha sekuat tenaga untuk menutup celah terbentuknya holding. Sebab, imbuh Arbi, keberadaan holding dikhawatirkan menjadi ancaman bagi para politisi untuk bisa mengambil rente ke BUMN-BUMN tersebut.

Menurut Arbi, kondisi holding yang akan dibentuk tentu berbeda dengan saat ini di mana masing-masing BUMN berdiri sendiri dengan manajemen dan kebijakan sendiri. Kondisi saat ini, ujar Arbi, akan membuat banyak pintu dan lubang bagi politisi untuk ikut "bermain".

"Holding akan membuat satu pintu. Politisi akan sulit masuk melalui sistem tersebut, dibandingkan dengan kondisi saat ini yang terdiri atas banyak pintu," kata Arbi.

Dalam perspektif itulah, Arbi menegaskan, anggota DPR memang sengaja menafikkan manfaat pembentukan holding. Termasuk di antaranya, bahwa dengan adanya holding, maka efisiensi akan meningkat. Begitu pula dengan peningkatan daya saing dengan luar negeri, semua seperti tidak dilihat oleh politisi Senayan.

Kendati demikian, Arbi masih berharap, Komisi VI DPR mau membuka pintu bagi pembentukan holding BUMN, termasuk penerimaan terhadap PP 72 Tahun 2016.*** (beritasatu)