Tersangka Dana Kampanye 24 Milyar, Wasekjen Demokrat Dijemput Paksa


Dibaca: 9853 kali 
Rabu, 20 Juli 2016 - 11:00:19 WIB
Tersangka Dana Kampanye 24 Milyar, Wasekjen Demokrat Dijemput Paksa

MonitorRiau.com - Ramadhan Pohan merupakan paman dari Anisa Pohan, menantu SBY. Beliau juga merupakan politisi partai keluarga Cikeas Demokrat, wakil Sekjen. Pernah menjadi anggota DPR peripde 2009-2014. Namun pada pemilu 2014 lalu suara partai Demokrat anjlok dan kursi di DPR banyak direbut oleh Gerindra dan PDIP. Maka nganggur lah si Ramadhan Pohan ini.

Karena sudah tidak memiliki jabatan apa-apa, Ramadhan Pohan mencoba peruntungan untuk jadi Walikota Medan dalam Pilkada 2015 lalu, tentu saja dari Partai Demokrat.

Namun nasibnya sangat buruk, Ramadhan Pohan kalah telak dari pesaingnya Dzulmi Eldin-Akhyar Nasution 72,32%, sementara Ramadhan Pohan-Eddie Kusuma hanya mendapat 27,68%. Meskipun Demokrat memang menjadi partai gurem pada Pilkada 2015 lalu, di bawah PKS dan Hanura, namun kekalahan keluarga besan SBY ini menjadikan penderitaannya kian sempurna. Ibarat makan nasi padang legkap dengan kerupuknya, kriuk-kriuk. Partai penguasa 10 tahun, keluarga besan maju jadi walikota saja kalah telak.

Rupanya, cerita Ramadhan Pohan tidak selesai begitu saja. Ada buntut dari keputusan dirinya menjadi calon walikota Medan. Ramadhan Pohan menjadi tersangka dalam perkara kasus dugaan penipuan uang sebesar Rp 24 miliar, yang dipinjamnya dari para simpatisan, saat mencalonkan diri jadi Wali Kota Medan, tahun lalu.

Namun setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ramadhan Pohan menghindar dari panggilan pemeriksaan, dengan alasan gula darahnya sedang naik. Hapenya sempat terlacak sedang berada di Medan, namun dirinya tidak datang ke Polda Sumut.

Setelah panggilan kedua dan masih mangkir, maka semalam Ramadhan Pohan dijemput paksa oleh petugas Ditreskrimum Polda Sumatera Utara dari rumahnya di Jakarta.

Jangan pilih calon Demokrat

Kisah Ramadhan Pohan ini sangat tragis dan mengerikan. Tak terbayang jika dirinya menang dan menjadi walikota, bisa korupsi all day long dengan kroni-kroninya untuk mengembalikan modal pinjaman dari para simpatisan.

Untungnya Ramadhan Pohan kalah telak. Sehingga Medan terbebas dari ancaman jeratan korup partai mantan.

Mungkin pelajarannya begini, di Pilkada selanjutnya jangan sampai memilih calon dari Demokrat. Karena kalau keluarga besan SBY saja kekurangan dana kampanye, sampai pinjam ke simpatisan, apalagi calon-calon yang lain?

Demokrat terbukti merupakan partai yang tidak memiliki dana cukup, namun memaksa mengandalkan dana besar untuk memenangkan Pilkada. Ini masalah besar dan pondisi alasan yang sangat kuat untuk korupsi.

Demokrat semakin goyah

Menarik sekali melihat perjalanan politik partai berlambang mercy ini. Dengan ditangkapnya Ramadhan Pohan, keluarga besan SBY dan wakil Sekjen Demokrat, maka saya bisa simpulkan bahwa partai ini semakin keropos.

Kalau sebelumnya wakil bendahara Demokrat I Putu Sudiartana terkena operasi tangkap tangan oleh KPK, kini giliran wakil sekjen Ramadhan Pohan. Jika sebelumnya saya pikir Putu Sudiartana akan menjadi pintu masuk untuk menjerat semua pimpinan Demokrat, sepertinya kenyataan memberi jalan cerita yang lebih menarik. Banyak jalan menuju Roma, banyak cerita yang bisa mengkarungi para pimpinan Demokrat. Hehe.

Selanjutnya siapa lagi? Entahlah. Tapi KPK dan aparat penegak hukum memang harus mau menindak partai mantan yang satu ini. Bongkar semuanya. Kalau memang semua pimpinan Demokrat harus masuk penjara dalam bentuk paket, ya paketin saja lah. Tapi kalau dalam format terpisah, seperti Putu Sudiartana dan Ramadhan Pohan, ya sebaiknya dikemas serapi mungkin supaya tidak kabur-kaburan.

Apakah ini momen Hambalang dan Century dibuka lagi?

Dalam dunia politik ada yang namanya posisi tawar. Saat partai kehilangan posisi tawar, terjadi konflik dan dualisme, maka kasus-kasus korupsi akan mudah dibongkar. Semakin banyak orang galau dan stress, semakin mudah mereka dimintai keterangan curhat.

Contoh saja PSSI yang bisa dibilang ‘anaknya’ Golkar dan Bakrie. Puluhan tahun organisasi ini sangat solid. Ketumnya dipenjara pun tak ada yang berani menurunkan atau membekukannya. Tapi kenapa Presiden Jokowi berani bertaruh membekukan organisasi sarang mafia bola ini? Karena hitungannya pas. Saat itu Golkar sedang konflik dualisme. Jadi saat dibekukan, sedikitpun tak ada gesekan. Mereka sedang fokus ke internal partai dan tidak bisa bersatu melawan Jokowi. Tapi memang di luar itu ada faktor keberanan tanpa ragu oleh seorang Presiden Jokowi.

Nah saat ini Demokrat sedang goyah. Sebelumnya, salah satu pendiri partai Demokrat, Hencky, juga menyerukan agar SBY mundur atau dilengserkan via KLB. Dengan kondisi seperti ini, seharusnya KPK memanfaatkan momentum dengan menyelesaikan kasus-kasus yang belum selesai seperti Hambalang dan Century.

Tapi mungkin sekarang siap-siap dulu, ambil ancang-ancang. Nanti setelah Demokrat ribut internal, SBY mau dilengserkan, barulah proses Mas Ibas. Sama seperti momen membekukan PSSI saat Golkar konflik.

Sebab satu Indonesia juga tau, bahwa keterangan Nazarudin dan Angelina Sondakh sudah jelas Ibas terlibat. Tapi sejak dulu KPK tak pernah berani menyentuh anak mantan Presiden 10 tahun ini, entah karena alasan apa. Menurut opini subjektif saya, karena backup nya masih sangat kuat, maklum lah 10 tahun bokapnya berkuasa.

Terakhir, semoga Demokrat ambruk lagi, semua pimpinannya masuk penjara lagi dan SBY lengser dari ketum. Semua kasus korupsinya diproses. Kemudian Demokrat jadi partai umum dan bukan partai keluarga cikeas.

 

Begitulah kura-kura.

 

sumber: seword.com