Begini Dampaknya Menurut Kementerian Perindustrian, Jika Rokok Rp 50 Ribu


Dibaca: 6607 kali 
Sabtu, 27 Agustus 2016 - 17:28:05 WIB
Begini Dampaknya Menurut Kementerian Perindustrian, Jika Rokok Rp 50 Ribu

JAKARTA (MR) - Kasubdit Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Setyati Endang Nusantari, memberikan simulasi dari dampak yang akan terjadi di masyakat apabila tarif rokok dinaikkan. 

Dia memberikan contoh dari dampak kenaikan dari harga jual rokok secara eceran. Apabila tarif dinaikkan, maka akan melemahkan daya beli masyarakat.

"Kalau potensi konsumsi dengan harga yang mahal, maka akan melemahkan daya beli masyarakat. Sehingga konsumsinya akan turun. Dengan penurunan konsumsi, maka produksi juga menurun," ujar Setyati di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, Sabtu (27/8/2016).

Apabila jumlah produksi menurun, menurut Setyati, akan berdampak pada tenaga kerja di industri tembakau. Nantinya akan terjadi efisiensi tenaga kerja, dari tenaga manusia yang beralih ke tenaga mesin.

"Kita akan lihat tenaga kerja. Dengan adanya penurunan produksi, pasti industri akan melihat efisiensi. Seperti tadi dikatakan 1 orang satu hari bisa melinting 5 ribu batang, itu untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT). Tapi untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) itu kapasitasnya 5 hingga 10 ribu menggunakan mesin per menit. Nanti itu akan ada pergeseran ke mesin pelinting, sehingga banyak SKT yang menurun," jelas Setyati. 

Setelah terjadinya penurunan atau efisiensi tenaga kerja manusia, nantinya akan marak pertumbuhan rokok ilegal. Sayangnya, pendapatan mereka tak akan masuk ke kas negara.

"Kemudian kami sampaikan kenapa kita bilang ada rokok ilegal? Ada yang tidak berpita cukai, pita cukai palsu, pita cukai bekas pakai, hingga yang aspal. Itulah macam-macam rokok ilegal, dan nanti pasti akan marak dan pendapatannya tentu tidak masuk ke negara," kata dia.

Dampak dari kenaikan harga rokok di satu sisi memang mengurangi daya beli konsumen. Tapi di satu sisi juga merugikan beberapa pihak yang telah bermain di dalamnya sejak lama. Selain pelaku industri, para petani, menurut Setyati, juga akan mengalami dampaknya.

"(Kenaikan tarif) juga berdampak pada petani tembakau dan cengkah. Petani cengkeh itu 85 hingga 95 persen itu terserap ke industri rokok," ucapnya.

Untuk diketahui industri rokok pada tahun 2010 itu sebanyak 2.600 unit. Namun mengalami penurunan tahun 2015 menjadi 600 unit dengan rata-rata penurunan 25,4 persen yang penurunan ini meliputi industri kecil dan menengah. 

Peningkatan produksi rokok pada tahun 2010 sebanyak 292,75 miliar batang. Tahun 2014 sebanyak 352 miliar batang atau meningkat 5 persen, namun untuk skala besar dan menengah masih berproduksi. Tapi dengan regulasi yang dikenakan baik dari Kemenkeu, Kemenkes, peraturan pemerintah nomor 109, terjadi penurunan produksi tahun 2015 sebesar 348, 1 miliar batang, dengan presentase penurunan hingga 1,1 persen.*** (dtc)