MONITORRIAU.COM – Usulan pendakwah di Aceh untuk menguji kemampuan membaca Alquran kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden menuai pro dan kontra. Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghormati usulan itu, namun tak sepakat.

"Pertama kita menghormati dan menghargai usulan dari dai Aceh yang menginginkan tes Alquran bagi capres. Tapi, kita harus melihat bahwa capres bukan pemimpin negara syariah," kata anggota Advokasi BPN Ferdinand Hutahaean ketika dihubungi, Senin, 31 Desember 2018.

Ferdinand menjelaskan, Indonesia saat ini sedang mencari seorang pemimpin nasional yang bisa memimpin kemajemukan. Dia mengingatkan negara Indonesia berideologikan Pancasila.

"Sehingga tidak diperlukan tes Alquran, karena yang kita butuhkan pemimpin yang adil, makmur, membawa masyarakat kita sejahtera. Tidak hanya sekadar baca Alquran," ujar Ferdinand.

Kemudian, dia mengaku menghargai sistem pemerintahan syariah di Aceh, karena berbentuk daerah istimewa. Maka, kepala daerah di Aceh pun mesti bisa membaca Alquran. Namun, menurutnya, hal itu tidak perlu diberlakukan secara nasional.

"Itu kan daerah istimewa Aceh, sehingga negara Republik Indonesia memberi keistimewaan itu untuk Aceh. Tapi tidak boleh mengadopsi seluruh yang ada di Aceh menjadi berlaku nasional. Nanti justru toleransi di negara kita menjadi berantakan, jadi kacau," kata dia.

Sebelumnya, pendakwah di Aceh berencana menguji kemampuan membaca Alquran para calon presiden dan wakil presiden. Tes khusus itu untuk mengetahui komitmen para kandidat dalam syiar Islam.

"Dalam kacamata kami, sekurang-kurangnya dapat membaca dengan baik ayat-ayat suci Alquran. Kami memandang perlu dan mendesak supaya diadakannya suatu forum untuk tes uji kemampuan baca Alquran terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Ketua Ikatan Dai Aceh, Tgk Marsyuddin Ishaq dalam keterangan tertulis, Sabtu 29 Desember 2018.*** (viva)