FJPP

Menkes Minta Rumah Sakit Rampungkan Akreditasi

JAKARTA (MR) - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengultimatum rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia yang belum terakreditasi harus menyelesaikan proses administrasi tersebut hingga Juni 2019. 

Hal itu diungkapkan Nila setelah ada isu pemutusan kontrak kerja sama antara beberapa RS dengan Badan Penye leng gara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 

Nila pun memastikan tidak ada pemutusan kontrak kerja sama antara RS dengan Kesehatan. Hanya, ada beberapa RS yang belum memenuhi akreditasi. “Ada RS yang belum diakreditasi. Karena itu, kami, Kemenkes, mengeluarkan rekomendasi, kami minta untuk melakukan akreditasi dan sudah berjanji akan melakukan akreditasi sampai Juni 2019,” tandas Nila saat jumpa pers di Kantor Kemenkes, Jakarta, kemarin. 

Menurut Nila, hingga 1 Januari 2019, dari 2.178 RS di Indonesia yang baru melakukan akreditasi hanya sekitar 1.759. Sisanya belum terakreditasi. “Memang, kita Kemenkes bersama BPJS melihat tanggal 1 tahun 2019, kita mengevaluasi RS apakah sudah seluruhnya melakukan akreditasi dari 2.178 sudah terakreditasi 1.759,” paparnya. 

Nila menjelaskan, permintaan untuk para RS menyelesaikan proses akreditasi disaksikan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Menurut dia, KARS merupakan lembaga yang mampu melihat apakah RS tersebut pantas mendapatkan akreditasi atau tidak. 

“Jadi, kami memberi kesempatan karena kami melihat ini satu prosedural, tetapi juga sisi kemanusiaan kami serta BPJS juga tidak memutuskan kerja sama dengan RS yang belum terakreditasi, tetapi berjanji akan melakukan akreditasi di 2019,” paparnya. 

Menkes juga meminta agar RS yang belum terakreditasi tetap harus melayani pasien yang menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN–KIS). “Masyarakat harus mendapatkan pelayanan kesehatan, baik kita harus melakukan kendali biaya maupun kendali mutu,” kata Nila. 

Menurut Menkes, soal ada aturan kendali mutu yang harus diterapkan RS di seluruh Indonesia, kendali mutu merupakan akreditasi di RS. Akreditasi diterapkan pemerintah untuk melindungi hak masyarakat dalam mem peroleh jaminan kesehatan.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf menjelaskan, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan pada 2019 harus sudah memiliki sertifikat akreditasi. 

Sertifikat akreditasi merupakan persyaratan wajib yang harus dipenuhi oleh setiap rumah sakit yang melayani program JKN-KIS. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71/2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. 

“Akreditasi sesuai regulasi adalah syarat wajib. Diharapkan, rumah sakit dapat memenuhi syarat tersebut. Sesuai dengan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan di Pasal 67 untuk fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan ketentuan persyaratan diatur dalam peraturan menteri,” ungkap Iqbal. 

Menurut dia, BPJS Kesehatan sudah melakukan seleksi dan kredensialing melibatkan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dan atau asosiasi fasilitas kesehatan. Kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bergabung antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten), kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. 

“Fasilitas kesehatan swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbaharui kontraknya setiap tahun. Namun, pada dasarnya kontrak sifatnya sukarela. Hakikat dari kontrak adalah semangat mutual benefit,” ujar Iqbal. 

Sementara itu, delapan rumah sakit di Kota dan Kabupaten Bogor tidak lagi melayani pasien BPJS mulai awal Januari ini akibat diputus kontrak oleh BPJS Kesehatan. Delapan rumah sakit swasta itu terdiri atas dua rumah sakit di Kota Bogor yakni RSIA Bunda Suryatni dan RSIA Sawojajar. Enam lainnya di Kabupaten Bogor antara lain RS Citama, RS Bina Husada, RSU Annisa, RS DR Sismadi, RSIA Permata Pertiwi, dan RS Asysyifaa. 

Pemutusan kontrak kerja sama disebabkan delapan rumah sakit tersebut belum memenuhi syarat akreditasi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 99 Tahun 2015. “Mereka diputus kontraknya sejak awal 2019 ini, berdasarkan laporan dari dinas kesehatan bahwa enam rumah sakit itu memang ada masalah administrasi yang belum selesai terutama terkait akreditasi,” ungkap Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Adang Suptandar kemarin. 

Untuk itu, Pemkab Bogor mendorong sejumlah rumah sakit di wilayah Kabupaten Bogor yang kontraknya diputus oleh BPJS Kesehatan agar segera menyelesaikan administrasi akreditasi di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). (Okezone)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan