Nasional

Menghentikan Diskriminasi Penyandang Disabilitas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas akhirnya disahkan. Kehadiran UU tersebut diharapkan bisa meredam diskriminasi yang selama ini dialami para penyandang disabilitas.

MonitorRiau.com - DPR telah mengesahkan  UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kehadiran UU ini diharapkan bisa memberikan hak dan kesempatan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas di Indonesia, mulai dari hak untuk hidup, mendapatkan pekerjaan, pendidikan, hingga kemudahan mengakses fasilitas umum.

UU tersebut memang belum sepenuhnya mengakomodir harapan para penyandang disabilitas.  Menurut Ketua Forum Kesejahteraan Penyandang Cacat Tubuh Indonesia (FKPCTI) Mahmud Fasa, pihaknya mengajukan 268 pasal ke Badan Legislasi DPR. 

“Tetapi yang muncul 153 pasal. Ada sekitar 100 pasal lebih yang terpotong. Jadi kalau diukur masalah kepuasan, kami sebut tidak puas,” kata Mahmud kepada tirto.id, di Jakarta, pada Senin (5/9/2016).

Pada awalnya, daftar inventaris persoalan penting yang muncul sebenarnya mencapai 400 pasal. Namun, setelah dilakukan pembahasan, akhirnya hanya tersisa 268 pasal.

Harapan penyandang disabilitas memang semuanya tidak tertampung dalam UU tersebut. Namun, ada satu poin penting dari UU ini yang diharapkan bisa menggawangi pelaksanaan UU. Poin itu adalah tentang pembentukan Komnas Disabilitas yang bertugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, advokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyadang disabilitas. Semua tugas bakal dilaporkan kepada Presiden. Komnas Disabilitas harus terbentuk tiga tahun setelah UU disahkan atau maksimal pada Maret 2019.

"Pembentukannya sangat penting. Ini menjadi lembaga pemantauan dan implementasi UU Penyandang Disabilitas. Perlu lembaga independen yang monitor, evaluasi dan implementasi hak-hak disabilitas," kata Hadianti Ramadhani, project officer Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas kepada tirto.id, pada Rabu (7/9/2016).

Tanpa adanya Komnas Disabilitas, maka implementasi pemenuhan hak disabilitas terancam hanya sebatas di atas kertas. Maklum, saat ini masyarakat maupun aparatur pemerintah masih kurang paham akan arti disabilitas dan keberadaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari warga negara.

“Penyandang disabilitas tidak mendapat hak dan kesempatan yang sama seperti warga masyarakat lainnya. Penyandang disabilitas disamakan dengan orang sakit dan tidak berdaya, sehingga tidak perlu diberikan pendidikan dan pekerjaan. Mereka cukup dikasihani dan diasuh untuk kelangsungan hidupnya,” kata Fajri Nursyamsi,  peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan