Politik

Tak Bisa Salurkan Hak Suara, Sejumlah WNI di Sydney Kecewa

SYDNEY (MR) - Kekecewaan dialami sejumlah WNI di Sydney, Australia saat hendak memberikan hak suaranya untuk Pemilu 2019. Pengalaman itu diceritakan oleh Linggawati Suwahjo.

Lingga mengungkapkan, awalnya pukul 08.00 waktu Sydney, dia mendatangi kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney untuk memberikan suaranya.

Saat itu ia hanya membawa KTP and surat A5 yang menyatakan dirinya pindah dari Jakarta Barat ke KJRI Sydney. Setibanya di lokasi, Lingga diminta Passport dan diberitahu tidak perlu membawa KTP.

"Saya rencana pulang ambil passport tapi mereka tanya apakah saya sudah tahu TPS saya, saya jawab belum. Lalu petugas laki-laki di sana membuka link di internet, nama saya ada di sana dengan menunjukkan TPS 5 yaitu di Sydney Town Hall George Street. Saya diminta ke sana," tuturnya dalam pesan singkat, Minggu (14/4/2019).

Selanjutnya, petugas tersebut memberitahunya untuk datang ke TPS tersebut pukul 17.00 waktu setempat dan berlaku untuk semua Daftar Pemilih Khusus (DPK). Lingga mengatakan, meski TPS terpantau tidak ramai, petugas terlihat enggan melayani mereka yang hendak memberikan suaranya. 

"Jadi mereka hanya kasih waktu satu jam (17.00-18.00) untuk sekitar kurang lebih jika dihitung saat itu sekitar 1.000 orang antre.

Secara kasat mata, melihat antrean yang sangat panjang, dalam hati sudah merasa bahwa tidak semua terlayani," kata Lingga.

Alhasil, dia memberanikan diri bertanya ke loket. Petugas loket menyarankannya untuk tetap menunggu, karena ada kemungkinan waktu pencoblosan diperpanjang. Mendengar jawaban petugas loket, Lingga pun kembali lagi ke antrean semula dengan harapan waktu tutup loket benar akan diperpanjang.

"Tetapi yang kita semua terkejut, benar-benar Pukul 18.00 loket ditutup tanpa ada keterangan apa pun. Jadi harapan yang diberikan petugas loket yang saya tanya itu hanya harapan kosong belaka , tanpa ada kata maaf atau penjelasan mereka tutup loketnya," tutunya.

Lingga lantas mempertanyakan pihak KJRI Sydney yang menerapkan sistem time out dimana seharusnya pihak KJRI tidak memberikan waktu yang sangat terbatas yakni satu jam saja dengan WNI yang membawa A5.

Pasalnya, pada sistem tersebut, pihak berwenang sejatinya memiliki daftar nama WNI yang menggunakan A5 sehingga dapat diprediksi waktu antreannya. Semestinya lanjut Lingga, time out tersebut dapat diperpanjang jika melihat antusiasme masyarakat Indonesia di sana.

"Pemilu adalah special case yang harus di-support. Apalagi saat itu, waktu saya bertanya petugasnya bisa beri harapan kemungkinan ada extention time, tapi nyatanya tidak ada. Loket ditutup begitu saja tanpa alasan," ujarnya kecewa. (Sindo)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan