SUDUT PANDANG

Nasib Tenaga Honorer di Tangan ‘’Mafia Politik’’

Wartawan Senior, Afran Arsan, SE

MONITORRIAU.COM - Tenaga honorer atau Pegawai Honorer adalah pegawai yang dipekerjakan pada sebuah instansi Pemerintah melalui kebijakan pejabat yang gajinya dibebankan kepada APBN/APBD Propinsi, Kabupaten dan Kota pada suatu daerah. Definisi ini lazim menjadi pendapat umum ditengah masyarakat.

Ada juga sebahagian masyarakat berpendapat jika Pegawai Honorer adalah Pegawai yang berstatus tidak jelas namun pengabdian dan loyalitasnya bahkan melebihi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sungguhan.

Sering kali ditemui disalah satu instansi Pemerintahan seorang honorer mengerjakan pekerjaan yang bersifat memerlukan keahlian yang seharusnya wajib dimliki oleh PNS, sementara PNS tersebut hanya menerima hasil pekerjaan secara utuh.

Salah satu contoh Programer Komputer, Perencanaan Anggaran hingga membuat tata cara laporan keuangan yang benar dengan seluruh administrasi yang menyangkut, sementara oknum PNS tidak memiliki keahlian yang dimaksud.

Belum lagi tenaga honorer yang bekerja di lapangan  berhadapan langsung dengan masyarakat seperti Satpol PP atau tenaga honorer di Dinas Perhubungan.

Menjadi garda terdepan dalam menegakkan sebuah aturan Peraturan Daerah (Perda) hingga berbenturan dengan masyarakat kerap terjadi, tidak jarang dalam menjalankan tugas tersebut menjadi korban kekerasan fisik akibat segelintir masyarakat tidak menerima aturan yang harus dijalani.

“Besar pengorbanan namun sedikit Penghargaan” suatu nasib yang harus diterima tenaga honorer saat ini. Melalui kebijakan Pemerintah Pusat sampai ke Daerah akibat defisitnya anggaran membuat mereka tenaga honorer harus dirumahkan dalam jangka waktu yang tidak di tentukan.

Kenyataan pilu ini membuat tangisan anak anak mereka semakin menjerit keras ditengah nasib sang ayah yang tak pasti dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.

Berharap diangkat menjadi PNS sungguhan ternyata harus kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan keluarga. 

Padahal jika kita menyimak kejadian di beberapa daerah, kepentingan tenaga honorer ini acap kali dijadikan isu politik oknum saat ikut bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) beberapa waktu lalu.

Isu akan memperhatikan nasib tenaga honorer mulai dari status hingga menyetarakan gaji mereka sesuai dengan upah minimum sering terlontar dari para mereka “Mafia Politik” saat berkampanye ditengah ribuan masyarakat pendukungnya. Celakanya lagi janji politik ini disambut teriakan yel-yel para pendukungnya.

Janji politik ini ternyata cukup ampuh dan menarik simpati tenaga honorer untuk memilih calon pemimpin mereka kedepan dengan asa yang menggunung agar nasib mereka berubah.

Namun, apa lacur? Setelah “Mafia Politik” tersebut duduk ditampuk kekuasaan justru nasib mereka semakin terancam. Dalih defisitnya anggran menjadi alasan penguasa untuk merumahkan mereka. Tangisan sang anak dan keluarga pegawai honorer semakin keras sekeras tantangan kehidupan ditengah tingkat kompetitif kehidupan yang semakin sulit.

Harusnya Penguasa atau Pemerintahan yang menjabat saat ini mencari solusi tepat agar mereka nasib tenaga honorer tidak semakin melarat.

Pengambilan keputusan berdasarkan kemanusiaan sangat jauh dari kenyataan, padahal saat dirinya akan dipilih menjadi Kepala Daerah suara mereka pegawai honerer sangat diharapkan.

Inikah janji politik? Janji yang hanya tinggal janji menjelang dirinya terpilih, jika ini benar memang pantas mereka para pemimpin dinegri ini layak disebut sebagai “Penipu Rakyat”.

Semoga jeritan hati keluarga pegawai honorer mampu membuka hati pemimpin dinegeri ini dalam mengambil suatu keputusan berdasarkan pendekatan manusiawi.*** (red)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan