FEATURE

Ikhtiar Memperpanjang Usia Daya Tarik Khas Taman Nasional Zamrud

Rombongan dari PWI Riau sedang melakukan Ekspedisi TN Zamrud, Kabupaten Siak, pekan terakhir November lalu. Foto: Monitorriau.com/Dika Cahaya Putra

Kabupaten Siak menyimpan potensi alam yang sangat menarik. Kubah gambutnya dihiasi berbagai macam jenis flora dan fauna, ditambah lagi dengan danau yang begitu estetis. Khazanah itu adalah Taman Nasional Zamrud. Namanya sudah dikenal di mana-mana, namun masih sedikit yang melakukan penjelajahan.

Penulis: M. MIRWAN

SIAK (MR) - "Sampah jangan dibuang ke air ya," pesan Muis (59) sambil mendayung perahu mesin atau biasa disebut pompong di Sungai Rawa Air Sejuk, Sabtu (27/11/2021) lalu. Ucapan si nahkoda itu sepertinya memberi isyarat, betapa lestarinya kawasan yang dituju. Tak lama setelah awak media menganggukkan kepala, mesin pompong pun mulai dinyalakan.

Hari itu, cahaya matahari masih di garis diagonal. Pompong yang hanya dapat menampung 4-5 orang itu baru saja melepas tali sandaran. Pompong tersebut merupakan salah satu dari 15 perahu bermesin lainnya yang membawa puluhan awak media dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau dan PWI Kabupaten/Kota se-Riau. Beberapa diantaranya adalah Speedboat.

Sebelumnya, belasan pompong itu sudah menunggu rombongan yang akan melakukan Ekspedisi Taman Nasional Zamrud di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Ukurannya tidak besar, paling kecil cukup untuk 3 penumpang saja, dan paling besar bisa untuk 4 hingga 5 penumpang. Sedangkan Speedboat dapat menampung 8 sampai 10 orang. Demi keamanan, semua peserta dianjurkan mengenakan Rompi Pelampung.

Monitorriau.com bersama 3 wartawan lainnya berkesempatan naik di pompong yang dinahkodai Muis tadi. Warga tempatan yang kesehariannya aktif sebagai nelayan. Dari Jembatan Panjang Sungai Rawa Air Sejuk, pompong yang terbuat dari kayu ini harus melewati jalur anak sungai yang membelah hutan. Semakin jauh, jalur ini semakin sempit, penuh dengan rumput liar.

Setelah 15 menit melebur ketenangan aliran anak sungai, akhirnya pemandangan ditakjubkan dengan keindahan alam yang asri. Empat pulau berlabuh mendominasi kawasan itu. Apalagi dikolaborasikan dengan air bening berwarna gelap, mata sontak dibikin kagum, tempat ini benar-benar eksotis, sangat merekomendasi untuk semua kalangan.

Hebatnya lagi, puas menyusuri kawasan perlindungan dan destinasi wisata alam rawa gambut itu, memang tidak satu butir pun sampah tertangkap oleh sorotan mata. Agaknya para nelayan sudah sepakat tidak membuang sampah sembarangan, khususnya di Danau Besar.

Ya, kawasan ini terdapat 2 danau, yakni; Danau Bawah seluas 316 hektare dan Danau Atas/Besar seluas 2.416 hektare. Danau Besar inilah yang memiliki 4 pulau tadi, masing-masing punya nama, yakni; Pulau Besar, Pulau Tengah, Pulau Beruk, dan Pulau Bungsu, warga setempat menyebutnya Pulau Buncu. Dengan ukuran yang berbeda-beda, keberadaan empat pulau ini menjadikan Danau Besar lebih berwarna.

Posisinya cukup tersembunyi, kedua danau ini terletak di tengah-tengah kawasan konservasi zamrud yang terbentang luas hingga 31.480 hektare.

Meski kedua danau itu terpisah, namun air tawarnya tetap disatukan oleh anak sungai tadi. Di tengah antara keduanya ada line pipa perusahaan minyak dan gas (Migas) dari Badan Operasional Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako (BSP)-Pertamina Hulu. Line ini juga selaras dengan jalur transportasi darat, luasnya cukup memadai untuk kendaraan roda empat.

Taman nasional ini dikelola secara bersama-sama oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, dan BOB PT BSP-Pertamina Hulu. Tidak terkecuali para nelayan di danau itu sendiri, utamanya soal melestarikan alam dan menjaga kebersihan lingkungan.

Muis, si nahkoda pompong tadi bercerita. Dari danau itu, dia dan nelayan lainnya bisa mendapatkan banyak macam jenis ikan dan udang, salah satu contoh ikan yang paling dikenal adalah Ikan Tapah. Bahkan di sana juga ada jenis-jenis ikan yang dilindungi, seperti Arwana dan Belido.

Mereka juga melakukan penangkapan ikan sesuai dengan arahan pemerintah setempat, ada yang menggunakan jaring, rawai, dan sebagainya. Alat-alat ini dirajut sedemikian rupa dari bahan benang nilon, bambu, dan kayu. Sebagian alat tangkap ini ada yang dilabuh hanyut, ada juga sistem angkat yang berlabuh di dasar danau.

"Kami di sini tidak ada yang menggunakan alat terlarang, seperti menggunakan alat peledak dan sentrum. Kalau ada, kamilah orang pertama yang menangkap mereka," tegasnya.

Ternyata, selain mereka, pihak lain juga kerap datang mencari ikan di sana. Setiap aktivitas ilegal/terlarang, para nelayan ini sesegera mungkin melakukan pencegahan. Mulai dari teguran hingga memberi ancaman untuk dilaporkan ke pihak berwajib.

Lain cerita bagi pengunjung untuk berekreasi. Sebab menurut Muis, belakangan terakhir orang asing berdatangan yang tujuannya benar-benar untuk berwisata. Oleh karenanya, dia sudah menyusun jadwal sendiri kapan harus menelayan dan kapan melayani wisatawan.

"Sekarang saya aktif sebagai nelayan hanya pada hari Senin, Rabu, dan Jumat saja. Untuk hari-hari lainnya dikhususkan melayani para pengunjung, terutama Sabtu dan Minggu," katanya.

Dalam satu hari, Muis menetapkan sewa perahu Rp900 ribu, termasuk makan siang. Dengan modal itu, para pengunjung Danau Zamrud akan menikmati alam dengan berbagai spot memancing sesuai yang diinginkan.

"Terkadang kami melayani pengunjung dari luar Siak, luar Riau, bahkan dari luar negeri. Tempat ini pernah didatangi orang Jepang, kita juga yang membawa mereka berkeliling danau, kalau tidak salah mereka kemarin melakukan penelitian," katanya seraya mengingat-ingat kembali persis waktunya.

Wajar saja jika kawasan ini memiliki magnet tersendiri. Sebab, keheningan alam danau ini benar-benar menyejukkan pikiran. Pastinya tidak hanya bagi para peneliti, lebih tepatnya kepada para wisatawan, utamanya pecinta wisata petualangan. Apalagi jauh dari pemukiman warga, tentu saja suasananya dapat melepas dari penatnya hiruk-pikuk perkotaan. Saking jauhnya, satu layanan jaringan selularpun belum terjangkau di kawasan itu.

Monitorriau.com sudah 2 jam berkeliling. Di sepanjang bibir Danau Besar tampak hijau diselimuti hutan belantara. Di dasar tanah gambut itu juga penuh dengan semak belukar. Rasanya tidak mungkin untuk naik ke daratan. Dari kejauhan, berbagai macam jenis pohon tua menjulang tinggi. Jenis pohon yang paling banyak adalah Meranti, Rengas, dan Rasau.

Dari data yang diperoleh, dalam kawasan itu terdapat berbagai jenis mamalia. Mamalia yang paling familier adalah Harimau Sumatera, Beruang Madu, Beruk, dan sebagainya. Bahkan dimusim tertentu, puluhan bahkan ratusan Kalong akan bertebaran di area danau.

Selain sebagai tempat satwa langka, di bawah kawasan tersebut juga menyimpan kekayaan bumi berupa minyak mentah. Konon, di bawah itu mengandung 50 juta barel minyak.

Disaat sedang asik mendokumentasikan alam. Tiba-tiba saja, "Buzsss.." hujan mendadak pecah. Beruntungnya, ada sebuah pondok milik nelayan. Kebetulan, posisi pompong yang ditumpangi tidak jauh dari tempat istirahat tersebut.

Penghuni pondok yang dibangun sederhana ini ramah sekali. Monitorriau.com dan tim lainnya disambut hangat mempersilahkan masuk. "Minum apa bang, kopi atau teh?," tuturnya sambil tersenyum.

Sesuai keinginan, tim ekspedisi pun disuguhkan kopi satu Teko ukuran sedang. "Ayok diminum," tuturnya lagi.

Keramahan para nelayan setempat benar-benar membuat pengunjung nyaman. Mereka sangat paham cara berinteraksi dengan orang baru. Hal ini tidak terlepas sebagai cara mereka mendukung upaya pengembangan Taman Nasional Zamrud yang digadang-gadang jadi objek wisata berkelas.

Suguhan tadi pun segera diseruput. Masih hangat, rasanya pun nikmat, langsung akrab di bibir. Tidak membuang-buang waktu, secangkir kopi langsung habis seketika. Hujan pun reda.

Tidak lama setelah itu, mesin pompong kembali dinyalakan. Waktunya kembali ke Jembatan Panjang Sungai Rawa Air Sejuk, tempat titik kumpul pertama di kawasan Zamrud.

Perjalanan Panjang Pengelolaan Konservasi Zamrud

Rupanya, kawasan Konservasi Zamrud bukanlah hal yang baru, kawasan ini sudah ditemukan sejak masa orde baru. Upaya mengembangan sudah dilakukan pada zaman itu. Bahkan, pengelolaan Migas juga bukan baru-baru ini saja. Pengoperasian sudah berlangsung sejak tahun 70-an.

Berdasarkan data dari BBKSDA Riau, dua danau itu ditemukan oleh mantan Dewan Komisaris PT Caltex Pasific Indonesia (CPI) Julius Tahija pada tahun 1975. Kebetulan, kedua danau itu tidak jauh dari wilayah operasi CPI yang dioperasikan pertama kali pada tahun 1971.

Kondisi hutan saat itu jauh lebih rimba, semua kegiatan eksplorasi harus menggunakan jalur udara. Belum ada jalur darat.

Berselang beberapa tahun setelah itu, Julius Tahija bertemu dengan Emil Salim dan mengajak untuk mendukung gagasan konservasi kawasan tersebut. Saat itu, Emil Salim baru menjabat sebagai Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia pertama.

Dari ajakan itu, Emil Salim mendukung hingga akhirnya mengeluarkan surat nomor: 812/MemPPLH/8/79. Surat ini kemudian menjadi dasar Gubernur Riau menetapkan kawasan tersebut sebagai hutan lindung, tepat pada Bulan November tahun 1979.

Tidak sampai di situ, setahun berikutnya, ada perihal penunjukan kelompok hutan danau pulau besar pulau bawah seluas 25.000 hektare sebagai kawasan hutan dengan fungsi sebagai kawasan Hutan Suaka cq Suaka Margasatwa. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor: 846/Kpts/Um/11/1980 tertanggal 23 November 1980.

Kemudian, 19 tahun berikutnya, Menteri Kehutanan dan Perkebunan memberi penetapan dengan kelompok hutan danau pulau besar pulau bawah seluas 28.237,95 haktare sesuai SK yang dikeluarkan nomor: 668/Kpts-II/1999 tertanggal 26 Agustus 1999.

Terakhir, 17 tahun setelahnya barulah ditetapkan sebagai Taman Nasional Zamrud. Hal ini sesuai surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI nomor 350/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2016 tertanggal 04 Mei 2016.

Dalam surat itu menetapkan perubahan fungsi Suaka Margasatwa danau pulau besar pulau bawah serta kawasan hutan produksi tetap Tasik Besar Serkap menjadi Taman Nasional Zamrud di Kabupaten Siak, Provinsi Riau seluas 31.480 hektare.

"Meski sudah menjadi taman nasional, namun sampai saat ini dalam pengelolaannya masih di bawah kendali BBKSDA. Karena Taman Nasional Zamrud belum ada kelembagaan sendiri," kata Plt Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam BBKSDA Riau, Hartono.

Sebenarnya kata Hartono, BBKSDA Riau sedikit kewalahan melakukan pengawasan taman tersebut. Pasalnya, pihaknya terkendala soal Sumber Daya Manusia (SDM) dan keterbatasan anggaran.

"Hanya ada 7 petugas yang melakukan pengawasan di kawasan ini. Kemudian, terkait sarana dan prasarana juga kurang memadai. Ditambah lagi keterbatasan anggaran. Padahal kawasannya lumayan besar," imbuhnya.

Untuk itu, sudah seharusnya TN Zamrud ini memiliki pengelola sebagai lembaga yang berdiri sendiri. Sebenarnya sudah ada, hanya saja kata Hartono, belum mendapatkan izin pengelolaan.

"Masih dalam proses, semoga segera dapat beroperasi. Sehingga Taman Nasional Zamrud dapat berkembang dan terjaga kelestariannya," ujarnya.

Lalu bagaimana dengan perkembangan pengelolaan Migas? Badan Operasional Bersama (BOB) baru beroperasi sejak 19 tahun terakhir, tepat setelah pergantian pengelolaan pada tahun 2002 lalu.

External Affair Manager BOB, Nazarudin menjelaskan, pergantian tersebut berawal ketika diberlakukannya otonomi daerah. Waktu itu, masyarakat Riau berkeinginan mengelola sendiri sumber daya alam minyak dan gas bumi yang terkandung di Bumi Lancang Kuning.

Keinginan itupun diperkuat oleh lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. "Hingga akhirnya, pada tanggal 06 Agustus 2002, dilakukan penandatanganan kontrak kerjasama BOB dilakukan untuk jangka waktu 20 tahun," kata Nazarudin.

Kemudian pada tanggal 08 Agustus 2002, berangkat dari UU tersebut maka terbitlah kebijakan Menteri ESDM. Isinya adalah menunjuk PT Bumi Siak Pusako (BSP) dan Pertamina sebagai pengelola Blok Wilayah Kerja CPP, Blok CPP dialihkan kelolanya dari PT CPI kepada BOB antara PT Pertamina Hulu dengan PT BSP.

Secara lebih khusus, perusahaan daerah ini disiapkan untuk mengelola wilayah kerja CPP Block setelah berakhirnya perpanjangan Production Sharing Contract yang dilaksanakan oleh PT CPI.

Sebagai pihak pengelola Migas di area itu, BOB sejak dulu sudah berkomitmen menjaga alam Zamrud. Contoh saja teknik eksplorasi Migas, pihaknya menggunakan teknologi bor untuk membuat sumur minyak yang miring (Directional Drilling), tidak tegak lurus dengan permukaan tanah, sehingga tidak merusak danau di atasnya.

"Kita selalu memperhatikan kelestarian alam dan ekosistemnya melalui kebijakan operasional yang berwawasan lingkungan. Dengan komitmen ini, kita dapat memelihara keragaman flora dan fauna di sekitar wilayah kerja," katanya.

Pengelolaan Taman Nasional Zamrud ini juga diperkuat dengan penandatanganan kerjasama antara Plt Kepala BBKSDA Riau Fifin Arfiana Jogasara dengan General Manager BOB PT BSP-Pertamina Hulu Ridwan di JS Luwansa, Jakarta, Selasa (30/11/2021) lalu.

Berdasarkan catatan di website resmi milik BBKSDA Riau, bbksda-riau.id, penandatanganan kala itu disaksikan oleh Dirjen KSDE, Bupati Siak, Sekretaris Ditjen KSDAE, Senior Manager Kehumasan Sumatera Bagian Utara SKK Migas Sumatera Bagian Utara, dan Direktur PT Bumi Siak Pusako.

Perjanjian kerjasama tersebut bertujuan untuk menjamin terwujudnya keutuhan, kelestarian dan manfaat kawasan Taman Nasional Zamrud, serta meminimalkan dampak secara langsung maupun tidak langsung sebagai akibat pemanfaatan kawasan untuk kegiatan Migas bumi.

Dari kerjasama ini, mereka menyepakati bahwa kelestarian Taman Nasional Zamrud adalah hal yang sangat penting dan menjadi tanggung jawab bersama serta akan mewarnai nuansa program kerja sama.

Segera Dibangun Wisata Minat Khusus

Pemkab Siak sudah merancang sedemikian rupa membangun wisata minat khusus di kawasan Taman Nasional Zamrud. Informasi ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Siak, Fauzi Asni, saat mendampingi peserta Ekspedisi dari PWI Riau.

"TN Zamrud inikan pengelola utamanya adalah Kementerian LHK. Kemudian ada juga BOB untuk eksplorasi minyak. Nah, kita dari Pemkab Siak juga diberikan hak pengelolaannya untuk dijadikan sentral wisata sebanyak lebih kurang 900 hektare," katanya.

Untuk itu, Pemkab Siak merencanakan membangun melewati jalan KM 93 Sungai Sejuk, lebih kurang 7 KM kedepan sampai gerbang BOB. Nantinya, eksplorasi objek wisata khusus di perairan. Sehingga wisata minat khusus yang diimpikan ini tidak mengganggu hutan Zamrud berskala besar.

Saat ini, Pemkab Siak telah membentuk Detail Engineering Design (DED) dan Master Plan Kawasan Wisata Taman Nasional Zamrud.

"Perencanaan ini untuk 5 tahun kedepan. Jika selesai, pasarnya nanti bisa dari dalam negeri maupun luar negeri," ujarnya.

Akses ke Lokasi Cukup Mudah

Dari pusat Kota Siak Sri Indrapura, Ibu Kota Kabupaten Siak, pengunjung melewati jalur darat sepanjang kurang lebih 7 KM dengan estimasi perjalanan 1 jam.

Jika dirincikan, kendaraan roda empat akan tiba di Gerbang BOB kira-kira memangkas waktu hingga 30 menit. Dari gerbang, pengunjung sedikit ditantang. Pasalnya, bangunan badan jalan ini tidak semulus yang dibayangkan, hanya dibangun dengan timbunan tanah warna merah sampai ke titik tujuan. Jika dalam kondisi kering maka debu akan bertaburan, namun jika musim hujan atau air sedang dalam, maka roda kendaraan akan bermain, ke kiri dan ke kanan.

Selama 15 menit kedepan, pengunjung mulai memasuki kawasan hutan belantara, lebat sekali. Inilah kawasan yang tidak terjamah oleh umum. Dan tak lama setelahnya, sampailah ke titik kumpul pertama di kawasan Taman Nasional Zamrud yaitu di KM 93 Jembatan Panjang Sungai Rawa Air Sejuk.

Namun jika dari Pekanbaru, Ibu Kota Provinsi Riau, akses juga dapat ditempuh menggunakan alat transportasi darat, dengan estimasi waktu sekitar 2 jam sampai ke Siak. Kemudian masuk Gate Camp Zamrud di Dayun melalui jaringan jalan Konsesi BOB tadi. Jaraknya sekitar 120 KM.

Selain itu, Taman Nasional Zamrud juga dapat ditempuh melalui jalur perairan dengan rute Pekanbaru - Dayun Buton (Mengkapan) Desa Sungai Rawa di Kecamatan Sungai Apit. Dari Desa Sungai Rawa ini selanjutnya dilakukan perjalanan melalui perairan sungai rawa menuju Taman Nasional Zamrud.

"Tapi jalur ini tidak direkomendasikan. Sebab, dari Desa Sungai Rawa saja, waktu yang dibutuhkan cukup lama hingga 4,5 jam, itupun baru sampai ke Danau Bawah. Masih membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam lagi untuk sampai ke Danau Besar," kata Fauzi Asni.

Jika rencana pembangunan Wisata Minat Khusus sudah bisa dinikmati, maka semua wisatawan akan diarahkan melalui jalur pintu masuk BOB. Kendaraan pribadi maupun angkutan umum akan diparkir di sana. Pemkab Siak berencana menyiapkan kendaraan khusus yang membawa wisatawan masuk sampai k titik tujuan.

Sudah sejauh itu mimpi pemerintah daerah Kabupaten Siak untuk melakukan pengembangan Taman Nasional Zamrud. Memang tidak mudah melakukannya, apalagi hanya dikelola satu pihak. Maka dari itu, Pemkab Siak sangat bersyukur atas dukungan pihak lain, terutama dari BBKSDA Riau dan lebih lagi BOB PT BSP-Pertamina Hulu sebagai pihak yang langsung menyatu dengan alam Zamrud.




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan