Lingkungan

Perlu Dukungan Banyak Pihak Atasi Rusaknya Terumbu Karang di Raja Ampat

JAKARTA (MR) - Rusaknya terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat, akibat kandasnya kapal pesiar MV Caledonian Sky di Selat Dampier, baru-baru ini, sangat memprihatinkan banyak kalangan, terutama aktivis lingkungan.

Pasalnya, terumbu karang Raja Ampat yang terkenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut di dunia ini, mengalami kerusakan sangat luas, mencapai 1,8 hektar. Diperlukan dukungan banyak pihak supaya bisa mengembalikan seperti kondisi semula.

Dini Indrawati Septiani (37), aktivis lingkungan yang bekerja di satu lembaga nonprofit internasional yang berpusat di Arlington, Amerika Serikat, ini mengaku sangat prihatin atas insiden tersebut.

Menurut dia, kerugian yang pasti adalah terumbu karang yang mati akibat digerus kapal, belum lagi dengan mahkluk hidup penghuni terumbuh karang.

"Dari berbagai laporan yang saya baca, kerusakan pada terumbu karang yang ditimbulkan oleh kapal pesiar tersebut sangat berat. Survei dan penyelidikan sedang dilakukan untuk menentukan level kerusakannya secara akurat," ujar Dini, yang menjabat sebagai Associate Director of Philanthropy di lembaga konservasi internasional itu, dalam keterangan persnya di Jakarta, kemarin.

Kata Dini, yang menjadi concern-nya dan banyak pihak adalah Raja Ampat secara luas diakui sebagai pusat global keanekaragaman hayati laut. Terumbu karang Raja Ampat menyimpan aset alam, yang tidak hanya penting untuk Raja Ampat dan masyarakat Indonesia, tapi masyarakat dunia pada umumnya.

Maka itu, lembaganya yang memiliki program konservasi di 69 negara termasuk Indonesia, tentu akan menyambut dengan tangan terbuka, bila ada permintaan bantuan dari pemerintah Indonesia, untuk melakukan restorasi di terumbu karang yang rusak. Sebab Ini pekerjaan besar yang membutuhkan partisipasi banyak pihak.

Jauh sebelum insiden kapal Caledonian Sky terjadi, Dini dan lembaga konservasinya sudah memiliki program di Raja Ampat selama lebih dari 13 tahun.

Program bernama Raja Ampat Marine Protected Area tersebut sebelumnya disahkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan RI, yang sekarang bernama Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Dalam program tersebut, pihaknya bekerja sama dengan pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat lokal dan internasional, serta sektor swasta untuk membangun dan berkelanjutan mengelola jaringan yang membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.

"Program ini didukung dengan rencana pengelolaan jangka panjang yang dikembangkan bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, termasuk organisasi lingkungan, universitas, masyarakat, dan sektor swasta," ujar penggemar olahraga ekstrim seperti triathlon dan diving ini.

Wakatobi

Selain Raja Ampat, Dini dan lembaganya juga memiliki program konservasi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Perempuan berdarah Malang, Jawa Timur, ini selalu terjun langsung ke lapangan untuk melihat dari dekat hasil dan efektivitas program konservasinya. Prinsipnya, program konservasi akan berhasil jika didukung oleh masyarakat lokal, seperti di wilayah pesisir Wakatobi.

"Selain diving di Wakatobi, saya juga ingin melihat kondisi Wakatobi secara umum sehingga dapat menceritakan kepada calon donatur dengan menggunakan pengalaman pribadi secara langsung. Setelah itu, saya dapat mengajak mereka mencintai alam, seperti yang saya alami," pungkas Dini.*** (kmps)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan