Lingkungan

2020, Petani Sawit Wajib Miliki Sertifikasi ISPO

Petani Sawit, Ilustrasi Google Net.

MONITORRIAU.COM - Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) akan bersifat wajib (mandatori) kepada petani sesuai rancangan Perpres ISPO yang sedang difinalisasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sebelum diwajibkan, petani diberikan waktu transisi untuk menyiapkan serta menyelesaikan syarat sertifikasi sampai 2020. Lewat masa transisi, petani diharuskan menyertifikasi lahan sesuai prinsip dan kriteria ISPO petani.

“Petani memang diwajibkan sertifikasi ISPO baik plasma dan swadaya. Mereka wajib ISPO karena ada prinsip kebertelusuran dan transparasi yang dimasukkan dalam aturan ISPO baru,” ujar Diah Suradiredja, Wakil Ketua Tim Penguatan ISPO, setelah FGD “Kesiapan Pekebun Swadaya Dalam Menerapkan ISPO”, pada pekan lalu.

Beratnya tantangan yang dihadapi petani untuk mengikuti sertifikasi ISPO menjadi pertimbangan adanya waktunya transisi sampai tahun 2020. Menurut Diah Suradiredja, petani mendapat kesempatan untuk memenuhi syarat sertifikasi ISPO selama masa transisi. “Kami perkirakan petani akan siap dengan jangka waktu dua tahun sebelum ISPO wajib. Kalau tidak begitu, kapan mereka akan siap,”ujarnya.

Sebelumnya dalam Keputusan Menteri Pertanian No.11/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Sertifikasi ISPO disebutkan bahwa unit usaha yang bersifat sukarela (voluntary) dalam penerapan ISPO yaitu kebun plasma, pekebun swadaya, dan pengolahan CPO untuk energy terbarukan.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengakui rancangan perpres ISPO akan memuat tersebut kewajiban sertifikasi ISPO bagi petani perkebunan rakyat. Kewajiban ini dengan pertimbangan jumlah produk sawit yang dihasilkan perusahaan perkebunan harus diikuti dengan perkebunan rakyat yang bersertifikat ISPO.

Dalam diskusi FGD pekan lalu yang menghadirkan peserta dari perwakilan petani, akademisi, dan NGO disebutkan bahwa petani terutama swadaya tidak mudah menerapkan ISPO. Ada sejumlah kendala yang dihadapi petani antara lain status dan legalitas kebun petani, kejelasan sumber benih, praktik GAP yang belum dijalankan baik, dan kebun petani tidak sesuai prinsip sustainability.

Hingga tahun ini, baru satu asosiasi petani swadaya dan tiga Koperasi Unit Desa (KUD) petani sawit yang mendapatkan sertifikasi ISPO. Sementara itu, luasan lahan petani di Indonesia mencapai 4,7 juta hektare.

Ermanto Fahamsyah, Pengamat Hukum Perkebunan, mengatakan kalau ISPO ini menjadi kewajiban petani maka harus ada dukungan dari semua pihak lain seperti pemerintah dan perusahaan. Walaupun semua persyaratan ISPO sudah terpenuhi, tetapi petani akan hadapi persoalan sumber pembiayaa sertifikasi ISPO. “Darimana dana sertifikasi ISPO kalau memang diwajibkan. Bisa saja dari APBN juga biayai,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua KUD Panji Rukun, Heri Susanto, menyangsikan kesiapan anggotanya yang berjumlah 390 petani untuk mengikuti sertifikasi ISPO. Hingga saat ini, anggotanya tidak banyak tahu persyaratan ISPO. “Kami ada rencana mensosialisasikan ISPO pada tahun depan,” ujarnya. KUD Panji Rukun berlokasi di Desa Teluk Panji, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.

Untuk mengukur kesiapan petani mengikuti ISPO, Dedi Haryadi, peneliti Sustainable Palm Oil, berencana membuat penelitian untuk mengetahui kriteria ISPO yang dapat dipenuhi petani. Lokasi penelitian direncanakan daerah Kampar (Riau), Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. (*)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan