MENU TUTUP

Perusahaan Pers Jangan Mau Berdamai dengan Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis

Kamis, 30 Maret 2017 | 18:33:56 WIB
Perusahaan Pers Jangan Mau Berdamai dengan Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis

MALANG (MR) - Kasus kekerasan yang menimpa jurnalis masih saja terjadi, baik terkait pemberitaan maupun tidak. Ini membuktikan bahwa jurnalis di Indonesia masih menjadi profesi yang berisiko tinggi. Jika pemerintah tidak serius melindungi jurnalis, maka kemerdekaan pers bisa terancam.

Koordinator Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Yatimul Ainun mengatakan, kondisi ini menjadi preseden buruk bagi Indonesia,mengingat peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional dipusatkan di Jakarta pada awal Mei 2017.

"Kemanan jurnalis di Indonesia masih menjadi ancaman. Pemerintah masih minim memikirkan keamanan para pekerja media, karena belum ada regulasi yang tegas soal kemanan para jurnalis," kata Yatimul Ainun yang juga Pemred TimesIndonesia kepada Okezone, Kamis (30/3/2017).

Ia menyesalkan ada beberapa kasus kekerasan yang menimpa wartawan justru diselesaikan secara damai dengan pelaku. Menurut Yatimul, tidak seharusnya perusahaan pers 'berdamai' dengan para pelaku kekerasan yang menimpa jurnalisnya. Sebab, tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku dan berpotensi membiarkan kasus serupa terulang kembali.

"Memaafkan boleh saja tapi proses hukum jalan terus. Dewan Pers juga harus tegas menyikapi perusahaan yang tidak menjamin keamanan jurnalisnya, sanksi harus dikeluarkan," ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar semua jurnalis juga wajib evaluasi diri menjauhi rasa kebencian dalam menulis berita, menjauhi kebencian dengan nara sumber. "Taat kode etik jurnalistik dan menerapkan kaedah jurnalistik dalam menulis berita harus jadi pedoman semua jurnalis," ujarnya.

Kekerasan terhadap jurnalis merupakan tindak pidana yang melanggar KUHP serta Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

"Pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 menyebutkan melakukan tindakan yang berakibat menghambat pelaksanaan kerja jurnalisme dipidana pidana penjara paling lama dua tahun dan atau denda paling banyak Rp500 juta," kata dia.

Data AJI Indonesia dalam laporan tahunan 2016 menyebutkan, dari 78 kasus yang terjadi, tidak ada satu pun yang diproses hukum dan seolah-olah ada semacam pembiaran terhadap kasus-kasus tersebut.

Selain itu, dalam beberapa kasus yang ditangani AJI, terdapat upaya mediasi atau lobi-lobi antara pelaku dan pihak perusahaan media untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan.

AJI menilai penyelesaian secara kekeluargaan justru membuat para pelaku kekerasan menjadi kebal hukum dan kekerasan berpotensi terulang.*** (okz)

Berita Terkait +
TULIS KOMENTAR +
TERPOPULER +
1
Pendaftaran Bacalon Walikota Dumai

Ferdiansyah jadi yang Pertama Kembalikan Berkas ke PKS Dumai

2
Kisah di Balik Rencana Liputan

Momen Kebahagiaan di Balik Jeruji Penjara

3

DUMAI SHOTS: Mengabadikan Momen Berolahraga

4

Serda Miftah Patroli Cegah Karhutla di Batu Tritip

5

Babinsa Hadiri Penilaian Lomba Penanganan Stunting di Posyandu Cempaka