Riau

Dumai Ikut Bahas Transparansi Dana Bagi Hasil

BATAM (MR) - Organisasi Pemerintahan di bawah Kementerian Koordinasi Perekonomian, Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia menggelar Forum Group Diskusi (FGD) Transparansi Dana Bagi Hasil di Batam, Senin (9/4).
 
Diskusi tersebut diikuti utusan Kemenko Perekonomian, utusan kementerian terkait, mulai dari Ditjen Perimbangan Keuangan, Dirjen Anggaran, Ditjen Migas, SKK Migas hingga Media dan LSM.
 
Seluruh kabupaten kota di Riau yang masing-masing diwakili sekretaris daerah juga diundang sebagai peserta.Termasuk Sekretaris Daerah Kota Dumai HM Nasir. “Kita diundang oleh EITI untuk ikut membahas transparansi dana bagi hasil di dalam usaha-usaha Migas, Lifting dan DBH,” kata HM Nasir.
 
Untuk diketahui, DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pembahasan isu DBH sangat terkait dengan prinsip transparansi yang selama ini digaungkan oleh Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) sebagai standar global transparansi industri ekstraktif yang saat ini telah dilaksanakan di 51 negara, termasuk Indonesia.
 
 
Diskusi itu, menurut Sekda, merupakan tindak lanjut kunjungan ke Kementerian Keuangan ke Riau beberapa waktu lalu. Dimana pemrov Riau bersama kabupaten kota se Riau mengharapkan adanya transparansi soal pengurangan DBH sekaligus meminta transfer dana DBH dilakukan secara berkala.
 
FGD DBH – EITI Indonesia itu, Ditjen Perimbangan Keuangan mengulas paparan tentang transparansi DBH dari sisi tugas, fungsi dan perannya, begitu juga Ditjen lainnya. “Dalam forum ini, juga dibahas tentang penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) sektor industri ekstraktif,” lanjut HM Nasir.
 
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kemenko Bidang Perekonomian, Montty Girianna, pada forum tersebut menyebutkan ElTl terus mendorong agar penyaluran dan pemanfaatan DBH dapat dilakukan secara transparan agar dapat meningkatkan pembangunan daerah, khususnya pada daerah-daerah kaya sumber daya alam yang selama ini belum dapat secara maksimal memanfaatkan kekayaan alam bagi kesejahteraan masyarakat.
 
“Bagi banyak daerah, penerimaan dari DBH migas dan minerba merupakan kontributor terbesar pendapatan asli daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Karena itu, sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang dianut EITI, kami sangat memprioritaskan agar isu DBH dan beberapa isu Iainnya dapat ditindaklanjuti pembahasannya,” kata Montty.
 
Ia menguraikan, penyaluran DBH pada dasarnya bertujuan untuk menyeimbangkan antara pembangunan nasional dengan pembangunan daerah, sekaligus untuk mengurangi ketimpangan antara daerah penghasil dan daerah bukan penghasil sumber daya alam.
 
Walaupun daerah penghasil memperoleh porsi yang lebih besar dibandingkan dengan daerah-daerah bukan penghasil, namun banyak daerah penghasil yang masih tidak puas dengan pembagian DBH.
 
Beberapa isu yang selalu menjadi pertanyaan banyak pihak antara lain mengenai mekanisme dan besaran alokasi DBH bagi masing-masing daerah, proses penyaluran, dan isu mengenai kurang bayar dan lebih bayar.
 
Walaupun regulasi terkait DBH sudah diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan turunannya, beberapa pihak masih menganggap pembagian DBH dari sumber daya alam memiliki kelemahan, salah satunya karena pengaruh fluktuasi harga minyak dunia dan harga-harga komoditi lainnya, serta nilai tukar rupiah.
 
Ketidakpastian ini kerap membuat daerah salah menentukan perkiraan berapa DBH yang diterima, sehingga mengganggu perencanaan anggaran Pemerintah Daerah. Kasus Iain seperti yang terjadi di Bojonegoro, di mana wilayah kabupaten yang dekat dengan lokasi sumur dan menanggung dampak sosial dari eksploitasi sumber daya alam tidak menerima alokasi DBH karena kabupaten tersebut berbeda provinsi dengan lokasi sumur.
 
Sedangkan wilayah yang jaraknya jauh dan tidak secara langsung terkena dampak buruk dari eksploitasi alam mendapatkan alokasi DBH karena satu provinsi dengan lokasi sumur. Hal ini semakin mendorong upaya transparansi untuk memperbaiki tata kelola mekanisme penyaluran DBH.
 
“Karena sifat SDA migas dan minerba yang tidak dapat diperbaharui, maka semua pihak mempunyai tanggung jawab yang sama untuk memastikan DBH yang berasal dari migas dan minerba bisa dialokasikan dengan efektif dan efisien, dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di daerah penghasil sumber daya aiam,” tambah Montty.
 
EITI berupaya mendorong transparansi mekanisme alokasi dan penyaluran DBH agar terjadi kesaling percayaan (trus ) antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Laporan ElTl tahun 2015 yang sudah dipublikasikan, telah mencantumkan informasi DBH sampai tingkat kabupaten. (kbl/mcr/hms)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan