Regional

Pengacara Sebut Kasus Remaja Perkosa Bocah 7 Tahun di Aceh Fitnah

Ilustrasi google

MONITORRIAU.COM - Majelis Hakim Mahkamah Syar'iyah (MS) Blangpidie, Aceh Barat Daya (Abdya) memvonis bebas remaja berusia 14 tahun yang didakwa memperkosa bocah 7 tahun. Kuasa hukum terdakwa menilai perbuatan yang dituduhkan ke terdakwa hanya fitnah.

Kuasa hukum terdakwa, Tarmizi Yakub mengatakan, kasus dugaan pemerkosaan yang diadili di MS Blangpidie itu tidak terpenuhi minimal dua alat bukti dan terkesan dipaksakan. Berdasarkan fakta di persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) disebut seharusnya menuntut bebas terdakwa.

"Karena perbuatan yang dituduhkan dalam surat dakwaan JPU terhadap diri terdakwa sama sekali tidak terbukti di persidangan. JPU mestinya tidak bisa menyatakan perkara ini lengkap dan tidak bisa pula melimpahkan ke persidangan," kata Tarmizi dalam keterangannya, Rabu (27/7/2022).

Tarmizi menjelaskan, saksi fakta dalam persidangan yakni nenek dan kakak terdakwa membantah terdakwa memperkosa korban. Dia menyebut, pada tanggal disebut terjadi pemerkosaan 17 Desember 2021, terdakwa sedang bersama teman-temanya di luar rumah.

"Perbuatan, locus dan tempus yang dituduhkan kepada terdakwa adalah fitnah belaka dan teman-teman anak terdakwa bersama anak terdakwa dari pagi sampai dengan sore bersama dan tidak ada perbuatan tersebut," jelas Tarmizi.

Menurutnya, kasus itu disebut terjadi pada 17 Desember 2021 tapi korban dan ibunya baru diperiksa pada 11 Januari 2022. Korban juga disebut dua kali divisum pada hari kejadian dan 4 Januari 2022.

Tarmizi menyebut, psikolog yang memeriksa terdakwa dalam kasus itu tidak berkompeten di bidangnya. Menurutnya, psikolog sangat emosional sehingga ngotot mengatakan terdakwa sebagai pemerkosa korban.

"Padahal proses hukum sedang berjalan dan ada konflik kepentingan dengan tempat dia magang atau kontrak," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Aceh (YLBHA) itu.

"Kami mengapresiasi putusan majelis hakim MS Blangpidie di mana dengan segala keterbatasan baik aturan hukum di qanun serta minim pengalaman hakim dalam mengadili perkara jinayat namun majelis hakim dapat menegakkan kebenaran, mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan," lanjutnya.

Sebelumnya, kasus dugaan pemerkosaan itu bermula saat korban diajak kakak pelaku ke rumah pelaku pada awal tahun lalu. Korban dan kakak pelaku disebut sama-sama suka bermain TikTok.

Tak lama berselang, kakak pelaku pamit ke kamar mandi dan meninggalkan korban di ruang tamu. Pelaku yang berada di kamar tiba-tiba menarik korban ke kamarnya dan melakukan pemerkosaan.

Usai memperkosa, korban pulang ke rumah dalam keadaan murung. Setelah didesak ibunya, korban akhirnya mengakui telah diperkosa pelaku.

Kasus itu dilaporkan ke polisi dan berlanjut ke meja hijau. Dalam persidangan dengan nomor perkara 1/JN.Anak/2022/MS.Bpd, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 60 bulan penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

"Dalam putusannya itu hakim menyatakan bahwa terdakwa anak itu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan sebagaimana tuntutan dari JPU," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Abdya, M Iqbal saat dimintai konfirmasi terpisah.

"Putusannya tadi siang dan hakim membebaskan terdakwa," lanjutnya.

JPU bakal mengajukan kasasi terkait putusan tersebut."*** (detiksumut)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan