Riau

Riau Perlu Buat Museum Migas dan Peradaban Melayu

PEKANBARU (MR) - Provinsi Riau perlu memiliki museum minyak dan gas (Migas) serta museum peradaban Melayu dan teknologi.

Keberadaan museum ini penting untuk menggambarkan bahwa provinsi Riau merupakan daerah penghasil Migas yang telah memberikan kontribusi besar bagi negara ini.

Pemikiran ini terungkap pada Diskusi Pembangunan Riau, Mewujudkan Museum Migas, Museum Peradaban Melayu, dan Institut Teknologi Melayu di Balai Adat Melayu Riau, Senin (25/0/2019).

Pada diskusi yang diprakarsai Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) ini hampir semua tokoh masyarakat, utusan organisasi, dan sejumlah organisasi perangkat daerah Provinsi Riau terkait sepakat dengan ide pendirian museum tersebut.

Tokoh masyarakat yang juga mantan Sekretaris Daerah Provinsi Riau, H Tengku Lukman Jaafar mengatakan, harus jelas siapa yang akan mengurus jika museum ini didirikan.

"Kita mengusulkan agar museum itu diurus oleh pemerintah daerah (Pemda) Riau, karena jika Pemda mau maka tidak akan sulit," katanya.

Sementara itu, akademisi yang juga Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Riau, Prof Dr H Tengku Dahril, menyarankan agar museum Migas serta museum peradaban Melayu dan teknologi hendaknya disatukan saja.

Tengku Dahril mengambil contoh museum ilmu pengetahuan dan teknologi terbesar di dunia yang terletak di Munchen, Jerman, menampilkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Museum Migas itu nanti tidak menampilkan pompa angguk saja tetapi juga menampilkan bagaimana proses mendapatkan minyak, pengolahan, dan seterusnya," kata Tengku Dahril.

Pemerhati Cagar Budaya Riau, Deni Kustiawan, mengaku tertarik dengan adanya ide pendirian museum Migas Riau ini, mengingat provinsi Riau merupakan penghasil Migas di dunia.

"Jadi, tidak ada dasar orang untuk menghalanginya. Sebagai anak Melayu saya men-support ide ini," ungkap Deni.

Riko Kurniawan dari Walhi Riau mengatakan, dalam pendirian museum perlu dilihat filosofinya. Dia menyarankan agar peradaban suku-suku khususnya masyarakat adat yang ada di Riau juga perlu dimasukkan di museum sebagai edukasi.

"Berkaitan dengan museum Migas, sejarah harus ditulis baik yang pahit maupun manis," ujarnya.

Menanggapi usulan tersebut, Ketua Umum MKA LAMR Datuk Seri Al Azhar menyambut baik wacana tersebut.

Menurutnya pendirian museum Migas dan museum peradaban Melayu bukan hanya menjadi gagasan LAMR tetapi telah menjadi gagasan bersama.

Sebab, kata dia, museum ini merupakan cerminan masa lampau, masa kini dan masa depan. Berkaitan dengan isi museum tersebut, Al azhar mengatakan, isi museum tidak terlepas dari sejarah dalam artian tidak hanya menceritakan kebaikan saja tetapi semuanya.

"Bagi perusahaan yang mengeruk sumber daya alam di Riau, persepsi masyarakat terhadap perusahaan mereka sangat penting. Sementara persepsi masyarakat terhadap perusahaan tidak sepenuhnya baik. Mengubah persepsi tersebut tidak mudah dalam satu atau dua tahun," kata Al Azhar.

AZ Fachri Yasin yang menjadi pemandu diskusi tersebut mengatakan akan ada pertemuan lanjutan untuk membahas upaya pendirian museum Migas dan museum peradaban Melayu ini.

Peserta diskusi juga bersepakat untuk menunjuk tim untuk menyiapkan kesepakatan yang terdiri dari lima orang yaitu Datuk Seri Al Azhar, Prof Dr H Tengku Dahril MSc, Prof H Suwardi MS, AZ Fachri Yasin dan Made Ali. (cakaplah.com)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan