Perpanjang Masa Jabatan Tanpa Dilantik

Cahyo: Status Pj Sekda Dumai Diduga “Bodong”

DUMAI (MR) - Status Penjabat (Pj) Sekda Dumai yang jadi perbincangan hangat belakangan ini memang menarik untuk di diskusikan. Sayangnya data yang didapatkan rekan-rekan media sangat terbatas. Namun demikian, hal itu tidaklah terlalu penting sehingga dapat menyurutkan niat media untuk mengungkap persoalan ini ke ruang pubik. 

Diberitakan sebelumnya, seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) yang telah dilaksanakan Pemko Dumai guna mengisi kekosongan Sekda, sejauh ini belum menghasilkan pejabat definitif. Di lain pihak, Pj Sekda justru kerap melakukan bongkar pasang jabatan khususnya terhadap eselon III dan IV sehingga cukup meresahkan PNS dilingkungan Pemko Dumai. 

Namun, belakangan diketahui bahwa terhadap masa jabatan Pj Sekda tidak dilakukan pelantikan. Dari sini muncullah berbagai spekulasi terkait legalitas keputusan dan/atau tindakan dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Sebenarnya ketentuan mengenai Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Jabatan Pimpinan Tinggi cukup jelas diatur antara lain berdasarkan: 

1. Perpres Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penjabat Sekda Pasal 9 Penjabat sekretaris daerah dilantik oleh pejabat pembina kepegawaian paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak keputusan pengangkatan penjabat sekretaris daerah ditetapkan;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS sesuai: Pasal 135 bahwa setiap PNS atau non-PNS yang diangkat menjadi pejabat pimpinan tinggi wajib dilantik dan mengangkat sumpah/janji Jabatan menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa; Pasal 140 bahwa Pengambilan sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan, pejabat yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, dan saksi.

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63, 93, dan 141 Peraturan Pemerintah Nomor: 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah menandatangani Peraturan Kepala (Perka) Badan Kepegawaian Negara Nomor: 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, Jabatan Fungsional, dan Jabatan Pimpinan Tinggi.

Perka BKN ini juga menegaskan, setiap PNS atau non-PNS yang diangkat menjadi pejabat pimpinan tinggi wajib dilantik dan mengangkat sumpah/janji Jabatan menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“PNS atau non-PNS yang akan dilantik dan diangkat sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud diundang secara tertulis paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan,” begitu bunyi Perka BKN ini seperti disebutkan Prapto Sucahyo, anggota DPRD Dumai periode 2009-2014.

Dikatakan Cahyo, adapun pelantikan dan pengambilan sumpah/janji Jabatan pimpinan tinggi, menurut Perka BKN ini, dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keputusan pengangkatannya ditetapkan.

Dalam Perka BKN ini disebutkan, sumpah/janji Jabatan pimpinan tinggi diambil oleh Presiden. Presiden sebagaimana dimaksud dapat menunjuk: a. PPK untuk pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan Instansi Pusat dan Instansi Daerah; b. PPK untuk pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, dan Instansi Daerah/Provinsi; c. menteri yang mengoordinasikan untuk pejabat pimpinan tinggi utama di lingkungan lembaga pemerintah non kementerian; d. Pejabat lain untuk pimpinan tinggi madya di lingkungan kesekretariatan lembaga negara; atau e. Menteri atau pejabat lain untuk pimpinan tinggi madya di lingkungan lembaga non struktural untuk mengambil sumpah/jabatan.

Adapun bunyi sumpah/janji jabatan untuk Jabatan Pimpinan Tinggi adalah: “Demi Allah, saya bersumpah: bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara; bahwa saya dalam menjalankan tugas Jabatan, akan menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dan dengan penuh rasa tanggung jawab; bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.”

Disebutkan dalam Perka BKN ini, pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan pimpinan tinggi yang dilakukan oleh Presiden yang diatur dalam Peraturan Kepala BKN ini, dapat disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam acara kenegaraan atau acara resmi kepresidenan.

PNS yang tidak hadir karena sakit pada saat hari pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan yang telah ditentukan, menurut Perka ini, diberikan tenggang waktu selama 14 (empat belas) hari kerja untuk dapat dilantik dan diambil sumpah/janji jabatan kembali.

Lalu bagaimana bagaimana dengan penunjukan Drs H Hamdan Kamal selaku Pj Sekda Dumai oleh Gubernur Riau yang sejak keputusan pengangkatannya tidak dilakukan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan?

Menurut Perka BKN ini, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keputusan pengangkatan ditetapkan tidak dilakukan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan, maka pelantikan dan pengambilan sumpah/janji Jabatan baru dapat dilakukan setelah ditetapkannya keputusan pengangkatan yang baru. Artinya, Gubernur harus menerbitkan SK baru kalau Pj Sekda mau dilantik untuk pengambilan sumpah/janji Jabatan.

Lalu bagaimana dengan legalitas keputusan dan/atau tindakannya terhitung sejak  masa jabatannya diperpanjang namun tidak dilantik tersebut...??

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengenai pembatasan kewenangan, cukup jelas disebutkan sesuai Pasal 15 ayat (1) bahwa Wewenang Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh a. masa atau tenggang waktu Wewenang; b. wilayah atau daerah berlakunya Wewenang; dan c. cakupan bidang atau materi Wewenang. Dan ayat (2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang telah berakhir masa atau tenggang waktu Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dibenarkan mengambil Keputusan dan/atau Tindakan.

"Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, mestinya badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," pungkas Cahyo. (Red/MR)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan