Opini

Pemain Cadangan

Irwan E Siregar

KITA sudah memasuki pertengahan Ramadhan. Biasanya ustad yang memberikan tausiyah akan bertanya agak menyindir: "Pemain cadangan pada ke mana. Kok cuma pemain inti saja yang hadir?"

Kalau dalam persepakbolaan,  pemain cadangan tidak ada lagi karena mereka sudah masuk ke lapangan untuk ikut bertanding. Sebaliknya di mesjid, pemain cadangan tidak kelihatan lagi karena pergi meninggalkan lapangan.

Akibatnya, tarawih dan ibadah lainnya di mesjid jadi semakin sepi. Biasanya kian mendekati akhir Ramadhan mesjid sudah mulai kekurangan jamaah. Sangat berbeda jauh dengan di Masjidil Haram. Jamaah semakin padat saat jelang akhir Ramadhan. Pada 10 hari terakhir, tarif hotel di sekitaran mesjid tersebut sampai mencapai Rp 36 juta per malam, karena banyaknya permintaan kamar. Mereka mau membayar mahal untuk melaksanakan ibadah yang berlipat ganda pahalanya saat itu.

Suatu keadaan yang sangat kontras dengan di tanahair. Boleh jadi para jamaah mesjid yang dijuluki pemain cadangan ini beribadah di rumah.

Memang, seperti pelaksanaan sholat tarawih tidak ada keharusan mengerjakan secara berjamaah di mesjid. Namun, di bulan suci Ramadhan ini, mesjidlah yang menjadi sentra sumber pahala yang besar.

Bahkan, di 10 hari terakhir puasa disunatkan iktikaf di mesjid. Menetap di mesjid sepanjang siang dan malam untuk melaksanakan ibadah wajib dan sunat. Rasulullah diriwayatkan sampai menyuruh istrinya menyisir rambutnya dari luar lewat jendela mesjid. Makanannya pun diantarkan ke mesjid, karena Rasulullah tidak pulang ke rumah.

Sayangnya, contoh yang diberikan Rasulullah dan para sahabat, tak diikuti para pemain cadangan ini. Banyak diantaranya yang boleh jadi justru beralih jadi pemain inti yang meramaikan mal dan pusat perbelanjaan lainnya.

Padahal, dalam Islam tidak ada keharusan untuk menggunakan barang-barang baru saat hariraya Idulfitri. Tidak ada keharusan membuat kue, dan sebagainya. Di Arab Saudi yang jadi sumber agama Islam saja lebih meriah saat Iduladha ketimbang Idulfitri.

Sayangnya, di tanahair sudah mentradisi kemeriahan jelang hari raya. Apalagi pemerintah maupun perusahaan memberikan THR saat hendak masuk hari raya. Inilah salah satu penyebab mengapa mal dan pusat perbelanjaan ramai dikunjungi umat Islam.

Akibat terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang telah mentradisi itu, kesucian bulan Ramadhan pun semakin sirna. Kaum pria sibuk mencari uang untuk keperluan hariraya. Sedangkan kaum wanita sibuk bikin kue. Ini semua menyebabkan ibadah-ibadah sunnah saat Ramadhan yang sangat besar ganjaran pahalanya menjadi tertinggalkan. (*) 

 

Penulis : Irwan E Siregar




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan