Nasional

Bicara Perlindungan Perempuan dan Anak, Megawati Kutip Surat An Nisa

MONITORRIAU.COM - Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengutip surat An Nisa dari Alquran untuk menyampaikan pentingnya bagi semua pihak untuk memastikan perlindungan terhadap anak-anak dan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.

Menurut Megawati, kekerasan kerap terjadi karena kurangnya pemahaman kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Padahal, jika menyadari dan memahami fitrah sebagai ciptaan Tuhan, dengan kesetaraan antara hak dan kewajiban, maka seharusnya ada sikap saling mengasihi dan menyayangi.

Megawati menyampaikan, Allah SWT telah menciptakan Siti Hawa yang berasal dari tulang rusuk Nabi Adam. Di dalam Alguran, Surat An Nisa, Ayat 1 menyebutkan, "Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu, dari diri yang satu, dan dari padanya Allah mencitpakan istrinya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah silaturahmi".

Menurut Megawati, bagi dirinya, ayat tersebut merupakan pesan bagaimana seharusnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dibangun dengan penuh kasih sayang dan saling menghormati. "Jadi, bukan saling meniadakan atau saling mendominasi," kata Megawati saat memberikan sambutan pada acara seminar tentang kerja sama wilayah ASEAN dengan tema "Hentikan Kekerasan Seksual terhadap Anak-anak" di Putra World Trade Centre Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (14/3).

Seminar tersebut diselenggarakan atas prakarsa istri Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak, Datin Paduka Seri Rosmah Mansor. Megawati yang hadir di Kuala Lumpur sebagai pembicara khusus didampingi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani.

Menurut Megawati, perlindungan terhadap perempuan adalah juga sekaligus perlindungan terhadap anak-anak. Demikian juga sebaliknya, bahwa perlindungan terhadap anak-anak adalah juga perlindungan terhadap perempuan. "Saya yakin, tidak ada serorang pun ibu yang tidak tersiksa batinnya jika melihat anak-anak yang dilahirkan tidak memperoleh kehidupan yang baik. Bahkan, penderitaan sudah pasti dirasakan oleh seorang ibu yang harus berpisah dari anaknya," kata Megawati.

"Tidak ada seorang pun anak, yang dapat bertumbuh kembang dengan baik tanpa kehadiran ibu, perempuan yang melahirkannya. Karena itu, berbicara mengenai anak-anak, tidak mungkin melepaskannya dari isu tentang ibu, yang notabene adalah kaum perempuan," lanjutnya.

Megawati melihat bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan menerima kekerasan di ruang privat dan ruang publik. Tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, dan kekerasan seksual.

Penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi, menurut Megawati, salah satu penyebab adalah problem kemiskinan. Selain itu, juga karena dampak negatif perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat.

"Begitu gencarnya ancaman liberalisasi global yang diikuti oleh gencarnya kampanye atas nama seks bebas dan berbagai nilai yang tidak sesuai dengan tradisi dan sistem budaya kita. Hal inilah yang harus diwaspadai," kata Megawati.

Megawati juga menyampaikan, perenungan yang dia lakukan terhadap tradisi dalam budaya timur, tampak adanya budaya feodal dan diskriminatif yang terus dipertahankan. Contoh sederhana, kata Megawati, laki-laki dianggap sebagai kepala rumah tangga yang berkuasa penuh atas apa yang boleh dan tidak boleh terjadi dalam rumah.

"Perempuan terbatas hanya sebagai pelengkap. Akibatnya, kalau pun perempuan dapat beraktivitas di ruang publik, dia memiliki beban ganda, yaitu mengurus rumah dan mencari nafkah. Tak ada pembagian tugas yang berimbang di dalam rumah," ujar Megawati.

Kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak, katanya, juga mendapatkan tempat dengan alasan, budaya kita tidak mengizinkan kekerasan dalam rumah tangga dibuka ke ruang publik, sebab hal tersebut dianggap tabu.

Nilai dan tradisi yang diskriminatif itu, kata Megawati, yang harus diubah. Salah satunya melalui skenario kebudayaan untuk menjadikan seluruh warga negara setara dan tidak pernah dibedakan atas dasar gender, suku, agama, status sosial, dan beragam pembeda lainnya.

"Bagi kami prinsip dasar kesetaraan warga negara ini menjadi prinsip sila ketiga dalam Pancasila, yakni Persatuan Indonesia, yang menempatkan setiap warga negara adalah sama," tegasnya.

Akan tetapi, Megawati juga menyampaikan, sistem hukum dan sistem budaya yang berpihak pada kaum perempuan dan anak tidak cukup. Tanpa adanya semangat juang yang percaya pada kekuatan perempuan sendiri, maka berbagai upaya tersebut tidak akan mampu dijalankan.

"Hal inilah yang seharusnya juga digelorakan.‎ Kepercayaan kaum perempuan terhadap perempuan sendiri harus dibangun, termasuk kepercayaan terhadap kepemimpinan perempuan dalam politik," ungkapnya.*** (beritasatu)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan