Hukrim

Amran Menangis, Andi Taufan Dituntut 13 Tahun

JAKARTA (MR) - ‎Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro dituntut hukuman selama 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, setelah dinyatakan terbukti menerima Rp 7,1 miliar dalam perkara korupsi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera).

"Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 13 tahun denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan," kata Jaksa KPK Abdul Basir membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/3).

Selain dituntut pidana, Taufan Tiro juga dituntut pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani hukuman pidana. ‎Jaksa KPK berkeyakinan terdakwa Andi Taufan Tiro, selaku anggota Komisi V DPR terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi yang memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 12 UU Tipikor.

Jaksa KPK menyebut hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain adalah tidak mendukung program pemerintahan yang bebas KKN, menyalahgunakan kewajiban sebagai penyelenggara negara, berkeinginan untuk memperkaya diri, menggunakan uang suap untuk kepentingan diri sendiri dan politik.

Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan di persidangan dan belum pernah bersalah dan dihukum. Andi juga telah mengaku menerima sebagian uang yang dia terima dari hasil korupsi.

Sementara dalam sidang terpisah, mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, yang dituntut jaksa pidana 9 tahun, denda Rp 1 miliar, susidair 6 bulan kurungan, harus menangis saat membacakan nota pembelaan (pledoi).

Dengan suara tertahan, Amran mengaku bersalah dan menyampaikan permintaan maaf khususnya kepada keluarga karena harus menanggung malu karena dirinya terancam pidana dalam perkara korupsi pembangunan jalan di Kempupera.

"Kepada anak, istri, cucu dan mertua, saya memohon maaf karena harus menanggung malu. Saya dan keluarga benar-benar merasa berdosa dan malu," kata Amran sesekali mengusap air mata.

Karena terdakwa kerap menangis, majelis hakim meminta agar Amran tidak lagi membacakan pledoi dengan menyerahkan langsung kepada majelis. Namun, Amran berkukuh membacakan pleodi hingga tuntas.

Selain kepada keluarga, Amran juga meminta maaf kepada masyarakat Maluku dan Maluku Utara, karena perbuatannya telah membuat pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara terhambat. Terlebih lagi, Amran merupakan putra daerah.‎

"Saya sebagai putra daerah tidak pernah berniat melakukan hal ini, karena saya tahu infrastruktur sangat terbatas. Saya hanya ingin berjuang agar pembangunan terus dilakukan," ujarnya.*** (brt1)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan