LIPUTAN KHUSUS

Soal Kelangkaan Elpiji 3 Kg di Dumai, Ini Kata Petria

DUMAI (MR) - Ketua komisi II DPRD Kota Dumai, Petria Naspita terjun langsung sidak bersama tim gabungan Disperindag, Pertamina, Swana Migas, DPRD Dumai, Senin (30/10/2017). 
 
Sidak dilakukan ke sejumlah rumah makan dan restoran Kota Dumai untuk memastikan penggunaan tabung gas. Hasilnya ternyata banyak pengusaha rumah makan menggunakan Elpigi 3 Kg.
 
"Saya tidak terima masyarakat saya tidak dapat LPG 3 KG. Elpigi itu harusnya untuk masyarakat bukan tempat usaha. Pantas saja gas ini langka di masyarakat." kata Petria pada monitorriau.com Senin (30/10/2017).
 
Terkait kelangkaan elpiji 3 kg ini, politisi Partai Gerindra itu membeberkan sejumlah penyebab spesifiknya. Pertama, di awal tahun 2015, Pertamina melakukan tindakan antisipasi dengan menaikan harga elpiji 12 kg. 
 
 
Hal ini dimaksudkan untuk menekan kerugian pada bisnis elpiji. Kondisi ini mengakibatkan disparitas harga semakin terjadi antara elpiji 12 Kg dengan elpiji 3 Kg.  
 
"Kita ketahui bahwa untuk elpiji 3 kg ini tidak pernah naik semenjak 10 tahun terakhir sehingga menyebabkan terjadi migrasi sehingga pengguna elpiji 12 kg pindah ke elpiji 3 Kg," tutur Petria.
 
Penyebab kedua, kata Petria terjadinya pembelian panik (panic buying), yang mana masyarakat membeli elpiji melebihi kebutuhannya sehari-hari. Hal ini diakibatkan beredar kabar elpiji 3 kg akan langka.  Tindakan masyarakat ini juga membuat kondisi di tengah masyarakat semakin sulit dan kelangkaan benar-benar terjadi. 
 
Ketiga, adanya  pemberitaan di media massa kalau para pengusaha SPBE menuntut kenaikan nominal pada margin usaha, ini sangat mempengaruhi juga pada kelangkaan elpiji 3 kg. 
 
Selanjutnya sadar atau tidak, penyebab lainnya adalah karena ada permainan baik itu di agen maupun di pangkalan elpiji, yang sengaja menahan penjualan elpiji 3 kg. 
 
"Bisa saja kabar kelangkaan sengaja dibuat agen dan pangkalan nakal, supaya bisa menaikkan harga jualnya," ungkap Petria lagi.
 
Subsidi dari APBN Terus Meningkat
Jika  ditarik lebih jauh ke tahun yang sebelumnya, hampir semua wilayah di Indonesia  dalam kondisi yang sama.
 
Ironisnya, ini selalu terjadi serta berulang, serta terkesan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun Pertamina belum menemukan cara efektif untuk menanggulanginya.
 
 
Karena sampai saat ini belum ada langkah langkah kongkrit sesuai dengan harapan masyarakat  
 
Diungkapkan lagi, setiap terjadi kelangkaan, Pertamina beserta pemerintah selalu melakukan operasi pasar. 
 
Namun, belum menjawab pernyataan mengapa kelangkaan ini selalu terjadi? di sisi lain, pemerintah menjawabnya dengan cara menambah volume elpiji melon setiap tahunnya.
 
"Ini berarti bahwa anggaran subsidi untuk elpiji 3 kg ini tiap tahun dalam APBN selalu meningkat. Pertanyaannya, apa yang terjadi di balik kelangkaan elpiji 3 kg ini? belum juga terungkap," katanya heran.
 
Petria mengakui tidaklah mudah menjawab pertanyaan di atas. Namun, setidaknya ada beberapa indikator yang bisa membantu memecahkan masalah ini. Misalnya, soal disparitas harga. Kalau kita amati, setiap Pertamina menaikkan harga elpiji 12 Kg akan berimbas pada kelangkaan elpiji 3 kg. 
 
Hal ini dapat dilihat dari membengkaknya anggaran subsidi untuk elpiji 3 Kg yang disinyalir tidak tepat sasaran, karena justru dinikmati oleh golongan yang tidak berhak menggunakan elpiji melon seperti diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian elpiji.
 
Regulasi tersebut secara tegas menyebutkan, elpiji melon hanya dapat digunakan oleh kategori rumah tangga miskin dan usaha mikro dengan omset kurang dari Rp300 juta per tahun. Namun, faktanya elpiji melon ini disalahgunakan sehingga anggaran APBN membengkak dan elpiji 3 Kg langkah di pasaran.
 
"Kita dapati selama ini pembelian elpiji melon sulit untuk dikendalikan agar tepat sasaran. Karena itu hendaknya  pemerintah pusat bisa  bekerja sama dengan pemerintah daerah dan kepolisian untuk meminimalisir adanya penyalahgunaan tersebut," jelasnya.
 
Peruntukan Harus Tepat Sasaran
Kondisi lainnya, Elpiji 3 kg sangat terbuka, siapa pun bisa membeli meskipun Pertamina sudah menuliskan hanya untuk masyarakat miskin, tetapi kontrolnya susah di lapangan. Kita perlu mengambil langkah langkah yang tepat dan beberapa tekanan. 
 
 
Selain tekanan pada anggaran, penyaluran subsidi ini jauh dari kata keadilan. Subsidi dalam definisinya adalah insentif yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat golongan miskin agar mampu menjaga daya belinya. 
 
"Kondisi sekarang, penerima elpiji 3 kg adalah orang yang tidak termasuk kelompok tidak miskin," tukasnya.
 
Inilah yang perlu diatasi segera, agar subsidi betul-betul tepat sasaran. Mengedarkan elpiji 3 kg non-subsidi memang bisa dianggap jadi salah satu solusi. Namun, bila pendistribusiannya tidak ditata dengan baik, tetap saja akan jadi masalah.  
 
"Semoga seluruh stake holder dan pemangku kebijakan bisa segera mengambil langkah-langkah yang konkrit dan available untuk kerja nyata demi masyarakat miskin," pungkasnya. (Advetorial)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan