Riau

Baralek Gadang, Petria Kenakan Tenunan Dumai dan Tikuluak

Anggota DPRD Kota Dumai, Petria Naspita bersama suaminya Dedet Baitullah
DUMAI (MR) - Resepsi pernikahan Reno Salgunanta dan Kurnia Gusti Ningsih di Hotel Comfort Minggu (19/11/2017) lalu kental dengan nuansa budaya Melayu dan Payakumbuh. 
 
Reno yang merupakan pimpinan Sanggar Laksamana Melayu di Dumai itu berkampung halaman di Payakumbuh Sumatera Barat. Sehingga perpaduan dua kebudayaan dilakukan sebagai upaya untuk meletarikan kearifan lokal.
 
Dalam baralek gadang itu, adat Payakumbuh dan Melayu diangkat melalui pakaian, kesenian dan juga makanan khasnya. Seperti kaum Ibu atau bundo kanduang mengenakan tikuluak (penutup kepala) khas Payakumbuh dipadu dengan pakaian hasil tenunan asli Dumai.
 
 
Sedangkan kaum bapak dan pemuda menggunakan Tanjak Sebagai simbol kebesaran masyarakat melayu. Ada juga kesenian seperti kompang melayu dan seni lainnya dari Sanggar Laksamana Melayu. Juga menghadirkan seni tari dari Sanggar Cahayo, Payakumbuh.
 
Makanan yang tersaji juga cukup khas seperti rendang, gulai rebung, gulai kurma dan kue khas Payakumbuh seperti Kalamai, Bareh Randang, serta wajik. 
 
Pesta ini dihadiri oleh kelurga besar masyarakat Payakumbuh dan Limo Puluh Kota, pejabat Kota Dumai, Kepala dinas dan Satker.  Juga dihadiri Walikota Dumai H Zulkifli AS dan Hj Haslinar serta Ketua Yayasan Jannatul Firdaus Rumbai Andes.
 
 
Anggota DPRD Kota Dumai, Petria Naspita yang merupakan sepupu dari mempelai pria, juga mengenakan tenunan asli Dumai dan bertikuluak. Sementara itu suaminya, Dedet Baitullah memakai baju melayu lengkap dengan kain songket dan bertanjak.
 
"Ini adalah upaya kita untuk melestarikan kebudayaan. Baralek gadang di rantau ini serasa baralek di kampung. Uniknya dua kebudayan kita satukan. Selain budaya asli kami Payakumbuh, kami juga mengangkat kebudayaan melayu dengan warna khasnya kuning dan hijau. Di mana bumi dipijak di sana langi dijunjung," ungkap Petria.
 
Sebagai orang Payakumbuh, Petria ingin seluruh warga Payakumbuah untuk "babaliak ka nagari" atau membudayakan tradisi dan seni budaya di tanah rantau. Tetapi juga harus menghormati dan menjunjung tinggi kebudayaan dimana kita berada.
 
"Kelak putra-putri yang asli Payakumbuh yang lahir di Dumai bisa mengetahui dan mencicipi warisan nenek moyang yang di padu padankan dengan kebudayaan lokal. Seperti yang saya kenakan saat ini, yaitu tikuluak yang merupakan budaya Payakumbuh dipadu dengan pakaian dari tenunan Wan Atiqah yang di kelurahan Purnama Dumai," jelasnya.
 
 
Sebagai Ketua Komisi II Kota Dumai, Petria mengatakan tenunan khas Dumai ini perlu diangkat dan dipopulerkan. Hal ini juga bisa membatu peningkatan ekonomi kerakyatan dan juga PAD bagi Dumai. 
 
"Pemerintah harus mulai mengangkat tenunan khas Dumai ini, jika ada iven-iven maka jangan beli tenun dari luar lagi. Kita pakai buatan masyarakat kita sendiri," ungkapnya.
 
Politisi Partai Gerindra itu juga mengharapkan keberadaan sanggar-sanggar kesenian di Kota Dumai agar kembali diperhatikan oleh Pemko Dumai. 
 
"Tak hanya tenunan saja, keberadaan sanggar-sanggar kesenian harus mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Karena banyak juga yang telah mengukir prestasi dan mengharumkan nama Dumai," pungkasnya. (Ft10/red)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan