Ekonomi

Ancaman Trump Bisa Membuat Harga Minyak Terjungkal

Harga minyak mentah berjangka Brent terseret 2,8 persen. Sementara, harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) jatuh 4,4 persen. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
JAKARTA (MR) - Harga minyak dunia merosot lebih dari dua persen sepanjang pekan lalu. 
 
Harga minyak mentah berjangka Brent terseret 2,8 persen. Sementara, harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) jatuh 4,4 persen. Keduanya mengalami penurunan mingguan terbesar sejak awal Februari 2018.
 
Dilansir dari Reuters Senin (9/4), harga minyak pada perdagangan Jumat (6/4), tertekan pasca ancaman Presiden AS Donald Trump soal pengenaan tarif impor baru kepada China. Hal itu kembali memantik kekhawatiran global terhadap perang dagang antara dua perekonomian terbesar dunia yang akan mengganggu pertumbuhan ekonomi global.
 
Akibat pernyataan Trump, harga Brent turun US$1,22 menjadi US$67,22 per barel. Kemudian, harga WTI merosot US$1,48 atau 2,3 persen menjadi US$62,06 per barel.
 
Pada Kamis (5/4) lalu, Trump telah memerintahkan pejabat perdagangan AS untuk mempertimbangkan pengenaan tarif terhadap US$100 miliar impor dari China. Keesokan harinya, China memberikan respon balasan bahwa mereka siap untuk memberikan serangan balasan melalui pengenaan tarif baru kepada AS, jika ancaman Trump direalisasikan.
 
"Semakin tingginya kemungkinan terjadinya perang dagang membentuk gambaran perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi kuatnya permintaan minyak yang telah membantu membentuk lingkungan untuk penguatan harga minyak selama beberapa bulan terakhir," ujar Presiden Ritterbusch & Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.
 
Indeks pasar modal AS juga terseret pasca meningkatnya kekhawatiran akan perang dagang. Hal itu juga menekan harga minyak, mengingat indeks pasar modal dan harga minyak bergerak beriringan baru-baru ini.
 
Selanjutnya, salah satu sumber Reuters menyatakan produksi minyak Libya saat ini berkisar 1,05 juta barel per hari (bph) meskipun masih terjadi gangguan terhadap lapangan minyak El Feel yang memiliki kapasitas produksi sekitar 70 ribu bph. Libya merupakan salah satu anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
 
Sementara itu, pengebor minyak AS menambah 11 rig minyak sepanjang pekan lalu, menambah jumlah rig minyak di AS menjadi 808 rig. Dalam laporan perusahaan layanan energi Baker Hughes, jumlah tersebut tertinggi sejak Maret 2015.
 
Cekungan Permian di Texas menjadi pemimpin produksi seiring produksi minyak AS yang telah mencapai rekor tertingginya sepanjang masa. Namun, tingginya produksi menyebabkan kemacetan (bottleneck) mengingat pipa pengangkut minyak mentah terisi lebih cepat dibandingkan perkiraan sehingga menekan harga di kawasan.
 
Beberapa pelaku pasar masih optimistis terhadap harga. Ahli strategi pasar RJO Futures Dan Hussey mengungkapkan pelaku pasar cenderung berpikir harga bakal naik (bullish), namun tetap hati-hati.
 
"Ini (penyebab kenaikan harga) berasal dari faktor-faktor fundamental," ujar Hussey di Chicago.
 
Persediaan minyak mentah AS turun di luar dugaan pekan lalu. 
 
Sumber: Cnnindonesia.com




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan