Dunia

Kerusuhan di Kazakhstan, 28 Polisi dan 16 Pendemo Tewas, Aparat Dipenggal

MONITORRIAU.COM - Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengklaim situasi di negaranya kini telah terkontrol, Jumat (7/1). Namun di hari yang sama, sebanyak 28 polisi dan 16 demonstran dilaporkan tewas akibat kerusuhan.

Mengutip ABC News, di antara 28 polisi yang meninggal ada petugas yang ditemukan dipenggal. Selain itu, lebih dari 3.000 orang telah ditahan akibat kerusuhan ini.

"Operasi kontra-terorisme telah dimulai. Pasukan keamanan bekerja keras. Tatanan konstitusional sebagian besar telah dipulihkan di semua wilayah negara. Otoritas regional kini mengendalikan situasi," kata biro pers presiden dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Sputnik News.

Tokayev menuturkan, para 'teroris' menggunakan berbagai senjata dan merusak properti warga. Ia juga menyampaikan tindakan kontra-terorisme dibutuhkan hingga 'orang-orang bersenjata' dimusnahkan secara penuh.

Di sisi lain, koresponden Sputnik mendengar suara tembakan di kota Almaty, Kazakhstan pada Jumat (7/1) pagi. Ia juga menuturkan barikade kini telah dibongkar dan tak ada lagi polisi maupun demonstran di jalanan.

Sebelumnya, Kazakhstan mengalami demo besar-besaran yang dipicu oleh kenaikan harga LPG. Demo ini bahkan membuat Tokayev meminta bantuan dari aliansi militer yang dipimpin Rusia, Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO).

Pihak CSTO kemudian memutuskan mengirimkan pasukan perdamaian mereka ke negara itu.

Rusia sendiri telah mengirimkan pasukan terjun payung negara itu untuk membantu penanganan konflik Kazakhstan, Kamis (6/1).

Mengutip Reuters, sekitar 2.500 tentara akan dikirim ke sana selama beberapa pekan.

Namun, kemunculan pasukan Rusia ini menuai protes dari para pendemo.

"Kami tidak mendukung keberadaan militer asing di negara kami," kata salah satu warga Kazakhstan, Sabyr, kepada Reuters.

"Protes ini dilakukan untuk melawan tirani, tirani dari kediktatoran yang tak berubah selama lebih dari 30 tahun. Masyarakat Kazakhstan berusaha mendapatkan kebebasan mereka," tutur Sabyr lagi.

Meski awalnya para pengunjuk rasa hanya memprotes kenaikan LPG, kemarahan mereka meluas karena berbagai faktor. Warga tak puas akan pemerintah yang otoriter, korupsi yang merajalela dan membuat kekayaan terpusat di kalangan elite politik, kesenjangan sosial dan ekonomi, serta kurangnya implementasi nyata demokrasi.

Mereka juga menuntut mantan presiden Kazakhstan 1989-2019, Nursultan Nazarbayev, keluar dari ring pemerintahan. Ia kini berperan sebagai sebagai dewan keamanan dan Pemimpin Bangsa; peran konstitusional yang memiliki keistimewaan dalam membuat kebijakan dan kebal hukum.

Sebetulnya protes sudah terjadi di beberapa kota kecil Kazakhstan pada Minggu (2/1).

Kemudian pada Rabu (5/1), protes terjadi di Almaty. Mereka meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah dan menyerang kendaraan.

Sebelum protes, harga LPG di angka 120 tenge atau sekitar Rp3.900 per liter. Pemerintah kemudian menurunkan menjadi 50 tenge atau sekitar Rp1.600.

Provinsi Mangystau bergantung pada LPG sebagai bahan bakar utama kendaraan. Setiap lonjakan harga akan berpengaruh pada harga makanan dan kebutuhan lain.

 

Sumber: CNN Indonesia

 




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan