Opini

Misteri Kematian di Balik Suara Samar Letusan....

By: Wahyudi El Panggabean*)

Bahasa politik dirancang: agar kebohongan terdengar jujur & pembunuhan menjadi terhornat (George Orwel - Novelis Inggris)

AKU dibesarkan di sebuah rumah yang nyaris berseberangan jalan dengan Markas Kepolisian: Polsek Batangtoru.

Berbagai peristiwa masa silam, khususnya penanganan para "Tersangka" lekat diingatanku. Bagiku, kala itu, Polisi dengan segala kewenangannya, adalah sosok kebrutalan. Menakutkan.

Tentu saja, masa itu, era sebelum lahirnya "peredam" arogansi Penegak Hukum bernama: Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Polisi masih sewenang-wenang menangani "Tersangka".

Tanpa kusadari, pengalaman masa kecil itu, sedikit-banyaknya, telah ikut mendorong perjuangan cita-citaku menjadi jurnalis.

Aku kemudian mengawali kinerja jurnalisme di bidang kriminalitas. Berbagai misteri kematian para tersangka di tangan polisi menjadi objek liputanku. 

Di Riau, (di rentang 80 an - 90 an) peristiwa kematian para tersangka di tangan penyidik sering terjadi. Tetapi, terbunuhnya putri seorang Jenderal (mantan Gubernur Riau) hingga kini masih misteri.

Ironisnya, peristiwa sadisme yang pelakunya seorang Perwira Polisi, justru membekas ingatanku hingga kini.

Padahal infonya hanya membaca laporan jurnalis yang sangat reportis di surat kabar terbitan Medan. Ketika itu, aku duduk di bangku Kelas 1 SMA. 

Lapiran jurnalis yang menarik: Seorang Perwira Polisi, membunuh seorang Dosen. Menariknya, pembunuhan ini sempat tertutup awan misteri selama 2 tahun.

Locus delicti (TKP)-nya bermula dari penemuan sesosok mayat di semak-semak di kawasan kebun karet, sekitar daerah Tanjung Morawa, Sumatera Utara.

Mayat sudah membusuk. Menurut polisi, ada bekas luka tembakan di mulutnya. Sekujur badannya rusak oleh luka-luka. Diduga sebelum dibunuh dengan tembakan lebih dulu disiksa secara keji dan sadis. 

Dugaan polisi, tangan korban lebih dulu diikat dan tali ditautkan dengan mobil. Lantas, diseret-seret hingga'sekarat. 

Dalam kondisi sekarat itulah, polisi menduga, tembakan dilesatkan ke rongga mulut korban. Dorrrr...Letusan itu, mengakhiri hidup sang Dosen.

Identitas mayat langsung diketahui. Sebab, beberapa hari sebelumnya, polisi menerima laporan: seorang Dosen Perguruan Tinggi Swasta tidak pulang ke rumah (rumahnya sekitar asrama polisi) setelah balik dari kampus mengendarai Vesva.

Sepeda motornya, di parkir di depan sebuah warung kopi, siang itu. Sejak itu dia menghilang. Beberapa hari kemudian, itulah tadi: mayatnya ditemukan.

Pihak Poltabes Medan, segera melakukan penyelidikan ekstra. Toh upaya maksimal yang dilakukan opsir reserse tidak kunjung menyibak tabir misteri kasus ini.

Dua tahun penyelidikan tetap saja membentur jalan buntu. Mandeg. Hal ini agak janggal mengingat, kasus-kasus pembunuhan kala itu, semua terungkap di tangan Kasat Reserse.

Titik terang mulai muncul saat Mabes Polri, " turun tangan". Investigasi yang cermat akhirnya mengendus aroma perselingkuhan istri seorang Perwira Polisi dengan putra korban.

Kronologisnya, setelah isu perselingkuhan viral di lingkungan asrama, si Perwira merasa malu. Ia bertekad mencari si cowok ganteng "pencuri" hati sang Pujaannya itu.

Suatu. siang di tengah keramaian Kota Medan si Perwira Polisi yang kala itu disopiri anggotanya justru berpapasan jalan dengan seorang Dosen, pengendara sepeda motor Vesva.

Si Dosen yang kemudian menjadi korban pembunuhan adalah ayah kandung dari cowok ganteng yang diduga menjalin asmara dengan istri si Perwira Polisi.

Putranya yang dicari, ayahnya yang ketemu. So, si Perwira Polisi dibantu sopirnya, memaksa korban naik ke mobilnya. Kemudian, mereka membawa korban ke semak-semak dan menghabisinya di situ. Secara sadis. Biadab!

Semua itu, terungkap di persidangan Pengadilan. Wartawan dari surat kabar yang kubaca begitu sempurna menulis reportasenya. 

Mulai dari proses penyidikan hingga vonnis terhadap pelaku 20 tahun penjara dan dicopot dari jabatannya sebagai Kasat Reserse Poltabes Medan. Plus diberhentikan dengan tidak hormat dari Polri.

Anggotanya, yang turut membantu pembunuhan (terpaksa loyal pada atasan) divonnis 3 tahun penjara. Dan, tidak diberhentikan dari Polri

Terus terang. Kisah tragis inilah yang kembali muncul diingatanku, kala mengikuti perkembangan peristiwa: baku tembak polisi dengan polisi di rumah seorang Jenderal Polisi di Jakarta. 

Peristiwa yang menggetarkan jagad kepolisian se Nusantara. Yang menyebabkan tewasnya Brigadir J tanggal 8 Juli 2022 silam. Kasus yang mengarahkan sorot opini massa fokus pada polisi.

Polri yang hari ini, telah dibekali diskresi (Pasal 18 Ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002). Toh, semua pihak tidak ingin politisasi atas tragedi ini

Tentu, suatu masalah yang rumit. Pengungkapannya, tidak hanya butuh profesionalisme penyidik. Integritas kepolisian justru jadi kunci utama menyibak tabir misteri kematian ini.

Pertarungan sengit di kalangan penegak hukum: Polisi, Pengacara & Komnas HAM akan diuji kredibelitasnya di area investigasi.

Publik tengah menunggu....

*) Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H.-Direktur Utama Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Joyrnalist Center (PJC).




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan