Lifestyle & Entertainment

Popdut Via Vallen, Dangdut Hiphop NDX: Akankah bertahan?

MONITORRIAU.COM - Apakah Anda penggemar dangdut atau bukan, sulit untuk menghindar dari lantunan yang dinyanyikan oleh Via Vallen.

"Saya awalnya tidak pernah mendengarkan dangdut, tapi akhir-akhir ini saya jadi dengar Via Vallen, NDX A.K.A, karena banyak dibicarakan orang di sosial media," kata Arya Perdhana, pekerja teknologi di sebuah perusahaan di Jakarta Selatan.

Via Vallen adalah penyanyi asal Jawa Timur bernama asli Maulidia Octavia yang menjadikan genre pop dangdut sebagai andalannya dalam bermusik.

Tembang yang dikemas dalam wujud video klip sudah disaksikan 148 juta penonton dalam satu tahun terakhir.

Jumlah ini menjadikan video tersebut sebagai salah satu video dangdut paling banyak disaksikan di Youtube, hanya kalah oleh video Nella Kharisma, pedangdut bergenre sama, dengan 165 juta penonton.

Total penonton video Via Vallen di akun resmi labelnya, Ascada Musik, sudah mencapai 265 juta penonton. Jumlah ini belum menghitung video-video dari akun lain saat Via Vallen bernyanyi dari panggung ke panggung.

"Tak dapat dipungkiri bahwa sejak Via Vallen dengan lagu `Sayang` itu, dangdut bisa lebih naik kelas. Karena awalnya hanya (didengar oleh orang) ke bawah. Sekarang ke atas sudah bisa menikmati musiknya," kata Head of Promo Ascada Musik, Trosta Susiswa kepada BBC Indonesia.

Trosta mendefinisikan genre musik Via Vallen sebagai popdut, alias lagu pop dangdut.

"Dia berbeda dari penyanyi dangdut pada umumnya karena tidak menjual goyangan, dia hanya menjual kualitas vokal yang di atas rata-rata," kata Trosta.

Tak hanya bisa berdangdut, Via Vallen juga menyanyikan lagu pop.

Acada Musik Indonesia, label yang menaungi Via Vallen, mengaku melihat potensi pedangdut asal Jawa Timur itu setelah melihatnya di Youtube. Ketika itu Via Vallen banyak menyanyikan versi dangdut koplo lagu-lagu pop Indonesia.

"Alasan kami mengambil Via Vallen memang karena Youtubenya ramai. Dia sudah kuat di fanbase daerahnya, jadi kami lebih gampang," kata Trosta. Saat itu, sekitar tahun 2013, Via Vallen mulai terkenal tapi hanya di Jawa Timur dan sekitarnya.

Trosta mengaku tidak mempunya strategi digital khusus untuk membuat Via Vallen menjadi viral.

"Alhamdulillah dari lagu `Sayang` itu responnya luar biasa. Digital tidak ada strategi khusus, kami lempar-lempar saja," kata dia.

Via dan Ascada juga sepakat menjaga dengan gaya pakaian yang tidak seronok. "Ke depan kami tetap ingin membuat Via Vallen sebagai Ratu Koplo Indonesia," kata Trosta.

Meski sangat populer di dunia online, pemasukan terbesar Via Vallen masih berasal dari honor pentas. Setiap pekan, Via bisa pentas lima sampai enam kali.

Tarif manggungnya mencapai Rp175 juta per jam, untuk menyanyikan tujuh sampai delapan lagu. "Tapi harga ini untuk acara non politik. Untuk acara politik, kalikan dua saja," kata dia.

Sensasi Viral

Pengamat musik Idhar Resmadi melihat fenomena Via Vallen dan Nella Kharisma sebagai akibat dari sensasi viral media sosial.

Dia melihat ada persamaan antara kepopuleran Via Vallen dan meroketnya nama Inul Daratista pada awal 2000-an.

"Mereka masih menjual lagu yang menggambarkan kondisi kelas menengah ke bawah, tetap dengan lirik picisan tentang selingkuh, percintaan, perselingkuhan," kata Idhar.

Dangdut pun tetap sebagai musik kelas menengah ke bawah. "Sejak era Inul, dangdut tidak pernah jauh dari teman-tema seperti itu," kata dia. Kondisi ini berbeda dengan dangdut pada era Rhoma Irama yang menyanyikan lirik soal isu moral dan politik.

Perbedaannya dengan dangdut pop yang diusung Via Vallen adalah pada medianya. "Di era Inul, dia berkembang dari kampung ke kampung, dan jadi populer karena VCD dan DVD bajakan yang mewabah," kata Idhar.

Dangdut hip hop, dangdut elektronik

Dari Yogyakarta, dua orang anak muda membentuk band hiphop dangdut bernama NDX A.K.A. Dalam sekejap, mereka mendapatkan barisan fans setia. Konser mereka penuh dengan ribuan orang yang turut menyanyikan lagu-lagu mereka.

"Mereka menggabungkan hiphop dengan dangdut, berbahasa Jawa, dengan lirik yang mewakili anak muda zaman sekarang, seperti tema galau, patah hati, mau beli motor bagus tidak punya uang," kata Heru Wahyono, vokalis grup Shaggydog, kepada BBC Indonesia.

"Image NDX keren dan santai, masih muda, band yang dibuat tanpa tujuan apa-apa," kata dia. Ananda Frisna Damara dan Fajar Ari, kedua pendiri NDX, sebelumnya adalah laden kuli bangunan.

Shaggydog, band dari Yogyakarta yang aktif selama 21 tahun terakhir, pernah berkolaborasi dengan NDX.

Heru menjelaskan bahwa dengan kolaborasi tersebut, NDX yang mulanya lekat dengan anak-anak muda kelas menengah ke bawah, menjadi makin diperhitungkan di luar basis fans awalnya.

"Shaggydog bersama NDX itu sesuatu yang menarik karena kami benar-benar berbeda, satu ska reggae yang satu dangdut," kata Heru.

NDX tak punya jutaan penonton di Youtube seperti Via Vallen atau Nella Kharisma, tapi banyak lagu-lagu NDX dinyanyikan ulang oleh kedua pedangdut perempuan itu. Lagu , misalnya, sempat jadi polemik soal siapa "pemilik" aslinya, Via Vallen atau NDX.

Heru Wahyono sendiri punya grup dangdut pantura bersama Barokka yang dimulainya sejak 2014. Barokka adalah campuran antara dangdut dengan musik lain, seperti elektronik dan rap.

Dia mengaku terinspirasi dari tren global di mana anak-anak muda menggabungkan musik lokal mereka dengan musik modern. Di Brazil ada favela, di Jamaika ada dance hall, dan digabungkan dengan musik modern, seperti EDM.

"Jadi kenapa saya tidak menggambungkan musik Indonesia sendiri, dalam hal ini dangdut sebagai musik dance rakyat, dengan musik elektronik kekinian," kata Heru.

Heru tengah menyiapkan single baru Barokka, kali ini lagu dangdut yang dicampur dengan rap. "Dangdut biasanya liriknya seputar cinta, skandal, harta, tahta, jadi kali ini saya membuat lagu dengan lirik sosial politik," kata dia.

Akankah bertahan?

Penulis musik Idhar Resmadi memprediksi Via Vallen, Nella Kharisma maupun NDX A.K.A tidak akan membuat genre musik baru yang jadi fenomena besar.

"Karakter musik sekarang memang hibrid, tapi tetap di Indonesia musik yang besar hanya pop dan dangdut," kata dia.

Setelah tahun 2010-an, banyak pemusik yang mengeksplorasi musik-musik asli Indonesia. "Ada metal sunda, hip hop Jawa, keroncong orkes, mereka menjadi fenomena saja tapi tidak akan menjadi besar," kata dosen Universitas Telkom ini.

Meskipun dia mengakui bahwa Via Vallen dan Nella Kharisma membuat orang yang tadinya tidak mau mendengarkan dangdut menjadi ikut bernyanyi setiap lagu diputar di radio, tapi itu tidak akan membuat mereka menjadi penggemar dangdut.

"Banyak anak muda yang mendengar dangdut untuk bercandaan dan hiburan saja tapi mereka tidak akan mengklaim diri sebagai dangduters, atau pergi nonton dangdut dari panggung ke panggung," kata dia.

Adapun Heru Wahyono merasa lebih optimistis dengan perkembangan generasi baru dangdut yang dimotori oleh para musisi yang mencampurkan dangdut dengan genre lain.

"Ini masih akan berlanjut menjadi generasi baru dangdut, setelah Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, generasi sekarang lebih bervariasi," kata Heru.

Menurutnya, media sosial akan jadi pendorong bagi pertumbuhan musik ini. "Karena dangdut adalah musiknya rakyat," kata dia.

Tantangan untuk pemusik adalah bagaimana membuat dangdut gaya baru ini naik kelas dan bisa dinikmati oleh lebih banyak orang. "Bisa naik kelas tergantung produser, manajemen bagaimana mengolahnya," kata dia.*** (viva)




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan