Wawancara Khusus Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia

Isu Palestina Masalah Semua Umat Islam

Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi
MONITORRIAU.COM - Klaim sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dikecam komunitas dunia internasional. Tak terkecuali negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, menganggap keputusan Trump itu tak ubahnya sebagai upaya provokasi di tengah upaya perdamaian antara Palestina dan Israel.
 
Padahal, proses perdamaian yang diupayakan antara Palestina dan Israel, selalu mengarah pada solusi dua negara. Dan, Palestina selalu meminta agar Yerusalem Timur menjadi ibu kota mereka di masa depan.
 
Desakan dan kecaman mayoritas dunia internasional tak menyurutkan keputusan Trump. Sekalipun Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), telah menyetujui sebuah resolusi, yakni menolak pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta Trump menarik kembali dukungannya.
 
Arogansi AS makin menjadi. Trump mengancam akan menghentikan berbagai program bantuan dari AS ke negara-negara yang menyokong PBB untuk membuat resolusi melawan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai Ibu kota Israel. 
 
Polemik seputar Yerusalem masih terus bergulir. Dukungan negara-negara Islam terhadap Palestina tak boleh kendur. Karena bagaimanapun, kemerdekaan Palestina merupakan kepentingan semua negara dan pemangku kepentingan di dunia internasional, dalam mewujudkan hak dan kemerdekaan bangsa Palestina dari penjajahan Israel.
 
Untuk membicarakan sikap dan dukungan Arab Saudi terkait polemik klaim sepihak AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel ini, redaksi VIVA berkesempatan mewawancarai Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi di kantornya, di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 21 Desember 2017.
 
Berbagai isu lainnya, seputar persiapan haji tahun 2018, kebijakan dalam negeri Arab Saudi dan isu radikalisme sempat disinggung redaksi VIVA dengan Dubes Osama. Dalam perbincangan hangat selama lebih kurang satu jam itu, Dubes Osama menuturkannya sebagai berikut:
 
Bagaimana sikap Arab Saudi terkait dengan klaim Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel? Apakah Saudi menentang klaim ini?
 
Berkaitan dengan isu Palestina bahwa sikap Kerajaan Arab Saudi sangat jelas sekali, tentu menolak dengan keras keputusan ini. Dan, kami menyampaikan bahwa sejak Raja Abdul Aziz, Raja Saud, kemudian Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, Raja Abdullah dan sekarang Raja Salman, kami terus-menerus mendukung isu Palestina.
 
Isu Palestina bukan hanya untuk Palestina itu sendiri, tapi merupakan masalah umat Islam semuanya. Palestina adalah fokus umat Islam dan merupakan tempat Isra-nya Rasulullah SAW, dan kemudian tentu di sana ada agama-agama lain selain Islam. Ada Kristen dan Yahudi, tetapi mayoritas Islam di sana dibanding agama yang lain.
 
Sekali lagi, keputusan yang dilakukan oleh Presiden Trump tentu akan dapat dan mempersulit jalannya proses perdamaian di Timur Tengah dan kami menyampaikan itu kepada AS. Kalau seandainya AS ingin berperan dalam negosiasi di Timur Tengah, maka harus ditinjau ulang dan dicabut keputusan tadi.
 
Bagaimana upaya Arab Saudi menggalang dukungan penolakan terhadap klaim AS terkait Yerusalem?
 
Sebagaimana saya dapat informasi beberapa saat lalu bahwa di Majelis Umum PBB sebanyak 163 negara menolak keputusan ini, dan enam menyetujui serta 11 abstain tidak memberikan suaranya. Dan ini menunjukkan itu (keputusan Trump) bertolak belakang dengan keinginan komunitas internasional, karena keputusan itu bertolak belakang dengan resolusi PBB, baik berkaitan pada tahun 1980 dan tahun sebelumnya.
 
Sekali lagi bahwa kami menginginkan AS untuk tidak melakukan tindakan seperti itu, karena akan berdampak negatif terhadap proses perdamaian Timur Tengah. Jadi sikap Saudi Arabia menolak tegas keputusan tersebut dan kami menyatakan Al Quds Ibu Kota Palestina sampai selamanya.
 
Di dalam negeri Indonesia masif gerakan mengecam keputusan itu, di samping itu ada tuntutan memboikot produk AS. Bagaimana di Arab Saudi sendiri, apakah ada reaksi yang sama?
 
Berkaitan dengan pertanyaan tersebut, saya mau mengawali dengan pernyataan bahwa saya tidak meragukan kecintaan Indonesia terhadap dua kota suci, dan kota suci lainnya yang berkaitan dengan Islam seperti Masjidil Haram, Mekah dan Al Quds, dan itu kami mengakui itu bahwa orang Indonesia pasti akan bahu membahu demi kepentingan kota suci yang saya sebutkan tadi.
 
Seandainya terjadi penolakan seluruh dunia, saya yakin Saudi dan Indonesia tidak akan mendiamkan begitu saja. Artinya akan melakukan tindakan sesuai dengan kepentingannya. Artinya, kepentingan baik ekonomi, dan lainnya.
 
Kemudian bahwa ajakan boikot dan katakanlah pemutusan hubungan, tentu kami harus melihat juga dari sisi kepentingan strategi negara itu. Katakanlah ada suatu pemboikotan terhadap produk AS tentu akan berdampak kepada pedagang dan kami juga tidak bisa melarang masyarakat untuk tidak membeli produk AS. Karena dalam konteks kebebasan membeli barang barang yang diperlukan.
 
Andaikata AS bergeming dengan keputusannya, apakah Arab Saudi akan memberikan sanksi baik ekonomi, politik atau sebagainya?
 
Dalam kaitan ini sebagaimana kami ketahui, kepentingan-kepentingan negara di dunia memang sangat erat sekali dengan AS, di mana persenjataan didatangkan dari AS termasuk Indonesia, mendatangkan dari sana. Artinya, kalau seandainya keputusan itu akan diambil tentu dengan kepentingan strategis negara itu.
 
Kalau bertolak belakang dengan kepentingan yang merugikan kemaslahatan umum, maka alangkah baiknya kita bisa memperhatikannya maupun mengambilnya dengan cara hati-hati dan saksama. Dan kita ketahui kalau saya sebutkan tadi 163 negara menolak keputusan ini, memang tidak ada apa-apanya keputusan itu. Keputusan itu tidak berarti bagi kami, karena yang menolak 163 negara.
 
Ini menunjukkan bahwa keputusan AS bertolak belakang dengan komunitas internasional dan resolusi PBB. Maka sekali lagi apakah embargo dan keputusan hubungan, tentu ini perlu kami lihat kepentingan strategi masing-masing negara, sehingga kami tidak bisa langsung memutuskan tanpa harus mengkaji lebih dalam.
 
Terkait keputusan Arab Saudi untuk mengizinkan perempuan mengemudi kendaraan. Mengapa Saudi membuka diri dan mengizinkan perempuan mengendarai kendaraan sendiri?
 
Berkaitan dengan keputusan mengemudi bagi wanita tentu ini diambil karena ada kemaslahatan penting bagi perempuan, dan bagi para janda, kemudian bagi wanita yang bekerja di pemerintahan maupun swasta.
 
Memang, di sana ada aturan-aturan dalam syariat Islam, namun bukan berarti hal itu diharamkan oleh agama. Artinya, diambil atau diputuskan karena memang ada kepentingan mengharuskan hal itu dilakukan. Namun tetap berpegang teguh kepada situasi dan hukum berlaku di kerajaan Saudi Arabia.
 
Oleh karena itu, pelaksanaan keputusan ini nantinya akan diselaraskan setelah selesainya proses dilakukannya aturan-aturan yang berkaitan dengan pengemudi itu, baik itu jalannya, ataupun bagaimana pelatihan, ada sosialisasi kepada para ibu dan para wanita sehingga sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Kerajaan Saudi Arabia.
 
Keputusan ini mendapatkan tanggapan positif baik dari lembaga dan aktivis perempuan di seluruh dunia. Bagaimana respons perempuan di Arab Saudi mengenai keputusan ini?
 
Reaksi dunia internasional kalau memang mereka menganggap suatu kebebasan, kami ketahui dalam Islam, memang Islam sangat menghargai tentang kebebasan. Adapun reaksi dari wanita di dalam negeri ada yang menyambut secara positif dan ada yang menolaknya. Tentu ini hal yang lumrah terjadi di mana-mana.
 
Namun, yang paling penting, karena ini untuk kepentingan umum dan di mana perempuan juga menginginkan adanya suatu independensi dalam bekerja. Seandainya kalau dia disopiri seseorang, memang bisa terjadi tindakan asusila ataupun hal yang tidak diinginkan.
 
Oleh karena dengan adanya keputusan ini membuat wanita Saudi lebih independen, dalam artian bisa melaksanakan pekerjaan tanpa harus menunggu bantuan yang lainnya.
 
Pangeran Mohammed bin Salman melakukan reformasi besar-besaran di dalam pemerintah dalam Kerajaan Saudi. Apa yang melatarbelakangi reformasi itu?
 
Berkaitan dengan reformasi besar-besaran oleh putra mahkota Mohammed bin Salman bahwa yang melatarbelakangi reformasi itu adalah sebagaimana kita ketahui Saudi sedang melakukan visi 2030.
 
Fokus visi ini adalah menjadikan Saudi tidak lagi bergantung kepada minyak sebagai sumber penghasilan negara, tapi juga melakukan diversity sumber-sumber keuangan baik itu ekonomi, perdagangan, dan sebagainya.
 
Oleh karena itu, pada saat diputuskan ataupun melakukan reformasi ini tentu yang diutamakan itu bagaimana menggerakkan ekonomi Saudi secara semula atau membaik kembali ataupun lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah Saudi Arabia pada saat melakukan reformasi ekonomi, kalau seandainya dalam perjalanannya masih ada tindakan-tindakan korupsi dan sebagainya maka akan mengakibatkan tidak sejalan.
 
Oleh karena itu, reformasi ini selain terkait visi 2030, diversity income untuk negara, juga melakukan besar-besaran perang antikorupsi, sebagaimana kita ketahui banyak tindakan-tindakan sebelumnya yang merugikan negara.
 
Kalau visi misi 2030 berjalan dan ekonomi Saudi Arabia dapat membaik tentu berkaitan dengan korupsi diperangi secara bersama. Nah, itu lah yang dilakukan pemerintah saat ini, karena baik penyimpangan dalam pelaksanaan proyek sebelumnya, maupun proyek saat ini yang mengakibatkan kerugian besar terhadap negara yang ujungnya dapat merusak atau berdampak negatif kepada ekonomi Saudi.
 
Terkait dengan revolusi sosial di Arab Saudi saat ini, apakah dengan konsekuensi itu maka pemerintah Arab Saudi mulai membuka diri dengan dunia Barat, dan ingin mengedepankan model Islam yang sebelumnya melekat image konservatif kepada Islam yang moderat?
 
Berkaitan dengan keterbukaan pada dasarnya Kerajaan Saudi itu terbuka, namun terbuka dalam artian positif bukan negatif. Kami akan menolak secara keras kalau seandainya keterbukaan diartikan terbuka untuk negatif. Memang Saudi Arabia prinsipnya negara yang moderasi sesuai ajaran Islam dan anjuran Allah SWT.
 
Dan, itu merupakan anjuran yang perlu dilaksanakan umat yang moderasi pertengahan, tidak juga keras tapi tidak juga lembut. Tapi tengah-tengah ya. Bahkan, Raja Abdul Aziz pendiri kerajaan Arab Saudi sejak awal mengedepankan moderasi itu. Oleh karena itu, Saudi Arabia sangat terbuka dan keterbukaan itu memberikan kepada warga hak-hak yang sebenarnya. 
 
Sebagaimana yang disebutkan tadi adanya kebutuhan oleh wanita untuk melakukan sesuatu, maupun bergerak dan bekerja, maka diputuskan untuk dibolehkan menyopir mobil. Artinya di sini, salah satu merupakan pemberian hak, yang memang itu diperlukan dalam hak tertentu.
 
Nah, kemudian di Saudi Arabia juga terbuka, ada medsos. Kami juga berinteraksi dengan internet dan dunia luar. Bahkan kalau kami bandingkan dengan negara tetangga di kawasan seperti Iran, mereka tidak bisa serta merta seperti di Saudi Arabia. Medsos itu salah satu yang tabu. Nah, kami tidak, tapi sekali lagi hal-hal sifatnya terbuka yang positif kami menyambutnya, tapi kalau negatif kami akan menolaknya.
 
Keterbukaan yang dilakukan Arab Saudi saat ini adalah, sebelum kami lakukan tentu ada proses sesuai dengan kajian-kajian, baik kultur Arab Saudi dan tentu sesuai dengan syariat Islam. Karena Arab Saudi melaksanakan hukum syariat Islam ini.
 
Tentang paham radikalisme, bagaimana Saudi Arabia menyikapi meluasnya paham ini di dunia?
 
Berkaitan dengan isu radikalisme tadi, Kerajaan Saudi Arabia merasakan bagaimana tindakan-tindakan teror itu telah merusak tatanan kehidupan bahkan nyawa masyarakat Saudi. Tentu, tindakan ini bertolak belakang dengan ajaran Islam, di mana Islam adalah agama yang cinta damai dan mengedepankan rasa persaudaraan.
 
Tentu kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam, Islam tidak ada berkaitan dengan itu. Seperti apa yang disampaikan dan digaungkan oleh kelompok Taliban yang mengedepankan kekerasan, kemudian Hizbullah, kemudian ISIS, kemudian kelompok yang lainnya yang mengatasnamakan Islam, sebenarnya itu tidak ada kaitannya dengan Islam.
 
Dan itulah yang terjadi saat ini, maka Saudi Arabia terus dan akan terus melakukan atau menindak secara tegas tindakan-tindakan yang berseberangan dengan agama Islam dan berkaitan dengan terorisme tadi. Selain itu, mengikuti konferensi-konferensi internasional berkaitan terorisme dan lainnya sebagainya yang dilakukan di Kuala Lumpur, dan baru-baru ini di Madrid.
 
Kemudian, Saudi Arabia juga memberikan kontribusi penting bagi pelaksanaan kontra terorisme negara-negara di Afrika Barat, di mana Kerajaan Saudi Arabia memberikan sejumlah uang sebesar 100 juta euro. Dan, ini untuk kepentingan Kerajaan Saudi Arabia, bagaimana menghadapi tantangan terorisme secara global. Dan itulah yang dilakukan saat ini dan Kerajaan Saudi senantiasa melakukan kontra terorisme ini di mana pun dan kapan pun.
 
Seperti kita tahu, kuota jemaah haji mulai normal di semua negara. Dan, Indonesia adalah negara terbesar di dunia untuk urusan jemaah haji. Bagaimana kesiapan pemerintah Arab Saudi untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2018?
 
Berkaitan dengan kesiapan penyelenggaraan haji, tentu Arab Saudi senantiasa siap untuk menyambut kedatangan para tamu Allah itu. Yang paling penting dalam pelaksanaan, fasilitas yang diberikan di antaranya dalam masalah keamanan. Keamanan adalah salah satu hal yang sangat penting. Kemudian bagaimana kami mengatur lalu lintas orang pada saat ibadah haji maupun sebelum ibadah haji.
 
Kemudian masalah kesehatan, ini penting sekali bagi para jemaah haji seluruh dunia. Alhamdulillah Kerajaan Arab Saudi terus-menerus melakukan perbaikan-perbaikan. Pada tahun lalu, 100 persen berhasil melaksanakan ibadah haji dan sebelumnya 100 persen berhasil untuk mengorganisasi pelaksanaan haji tersebut.
 
Dan, berkaitan Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama Indonesia, dalam waktu ke depan, mungkin minggu depan (pekan terakhir Desember 2017) akan berkunjung ke Saudi Arabia dalam rangka mempersiapkan persiapan pelaksanaan haji 2018.
 
Berkaitan dengan kemudahan yang akan diberikan pemerintah Arab Saudi, di samping yang disebutkan tadi, terkait dengan keamanan, kesehatan, lalu lintas para jemaah, kami juga akan memberikan kemudahan di tempat Tawaf dan Sa'i. Akan terus kami perbaiki, mengingat setelah adanya perluasan di Masjidil Haram, kita tahu bersama, tentu ada beberapa hal yang perlu disosialisasikan kepada para jemaah dan ini sangat penting.
 
Terkait penyempurnaan di Masjidil Haram, di antaranya juga penyediaan payung yang sangat besar untuk jemaah, bagaimana progresnya saat ini? Dan fasilitas apa yang diberikan untuk memberikan kemudahan  bagi jemaah?
 
Sekali lagi berkaitan dengan fasilitas, seperti bagaimana dilakukan di musim sebelumnya. Kalau dalam pelaksanaan itu ada hal negatif atau kelemahan di lapangan tentu pemerintah Saudi Arabia senantiasa akan memperbaiki dengan cepat dan dilakukan perbaikan untuk musim yang akan datang. Namun, apabila dalam pelaksanaan itu tentu ada hal-hal positif, kami akan fokus meningkatkan sisi positif itu.
 
Artinya, baik positif atau negatif kami senantiasa concern. Positif akan terus kami tingkatkan dan kalau ada sisi negatif dalam pelayanan itu, kami akan berusaha senantiasa menguranginya, bahkan menghilangkannya dan meningkatkannya di musim akan datang.
 
Apakah pemerintah Arab Saudi akan meningkatkan kuota jemaah di berbagai negara, termasuk Indonesia pada 2018? Jika iya, apakah ini tidak akan menjadi kendala bagi Arab Saudi, apabila ada peningkatan jumlah kuota?
 
Sebagaimana kita ketahui, pada tahun lalu untuk Indonesia, Raja Salman telah memutuskan untuk menambah 20 ribu visa ataupun jemaah haji. Dan memang kami menginginkan, seandainya luas Masjidil Haram memungkinkan untuk menerima jutaan jemaah, kami sangat senang sekali. 10 juta, 15 juta, tetapi kita ketahui, kondisi Masjidil Haram hanya dapat menampung atau kapasitas sekitar 2,5 juta pada saat musim haji. Itu jumlah kira-kira yang sesuai.
 
Jadi, kalau seandainya bertambah dari itu, mungkin akan menjadi sedikit kami pertimbangkan. Namun demikian, berkaitan dengan Indonesia, Indonesia tetap berada di hati Raja Salman. Oleh karena itu, tidak akan pernah Raja Salman, istilahnya melupakan Indonesia. Tentu akan terus memberikan bantuan, baik itu berkaitan dengan ibadah haji maupun masalah ekonomi.
 
Masih banyak petunjuk dalam bahasa Indonesia yang belum tersedia, baik di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Harapan kami, semakin banyak petunjuk dalam bahasa Indonesia, sehingga mempermudah jemaah haji ketika menjalankan proses ibadah haji. Bagaimana pemerintah Arab Saudi merespons hal ini? Dan bagaimana perkembangannya saat ini?
 
Pandangan yang tepat sekali tadi pertanyaannya. Berkaitan dengan masalah tersebut, saya kira mudah-mudahan akan dibahas oleh Kementerian Agama dua hari lagi di Jeddah. Kami selalu, setelah musim haji, meminta kepada masing-masing menteri agama di seluruh negara, bahkan tidak hanya Indonesia saja, untuk menyampaikan usulan-usulan ataupun catatan-catatan, baik sisi negatif maupun positif pada saat pelaksanaan ibadah haji, sehingga kami dapat meningkatkan mutu dari pelayanan haji tersebut.
 
Oleh karena itu, saya kira kami harapkan pertanyaan tadi akan dibahas dalam pertemuan bapak menteri dengan pejabat menteri Arab Saudi, insya Allah.
 
Apakah memungkinkan, pemerintah Arab Saudi menambah fasilitas  berupa tenda atau kebutuhan kamar mandi, dan sebagainya di Mina? Mengingat dengan kuota normal jemaah haji Indonesia, tenda-tenda di Mina terasa sempit.
 
Berkaitan dengan Mina, sebagaimana kita ketahui bahwa Mina sangat terbatas sekali tempatnya, di mana diapit dua pegunungan. Kemudian, saya kira akan mendapatkan suatu kesulitan seandainya kami menambah dari luas sebenarnya, karena itu menyebabkan hal-hal yang tidak kita inginkan.
 
Oleh sebab itu, berkaitan dengan itu, kami terus berupaya menyediakan fasilitas yang memang sesuai, dengan catatan dan evaluasi yang disampaikan oleh para Kementerian Agama seluruh negara.
 
Namun demikian, Kerajaan Saudi Arabia terus tanpa diberikan usulan ataupun catatan dari masing masing negara, berusaha untuk melakukan evaluasi setiap pelaksanaan haji dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan jemaah haji secara umum.
 
Apakah benar Pangeran Salman akan berkunjung ke Indonesia? Kapan dan apa agendanya?
 
Berkaitan dengan itu memang yang mulia Presiden Jokowi telah menyampaikan undangan kepada putra mahkota untuk berkunjung ke Indonesia, namun sampai saat ini belum diputuskan tanggalnya. Namun kemungkinan akan dilakukan pertengahan tahun depan.
 
Dalam kunjungan ini tentu dibahas beberapa isu berkaitan dengan ekonomi, dan politik. Sejak kunjungan yang mulia Raja Salman, beliau telah menetapkan dan memfokuskan kepada bidang-bidang yang bisa digali dan dikerjasamakan oleh kedua negara. Tentu ini sejalan dengan visi misi 2030 Kerajaan Arab Saudi yang memberikan kesempatan kepada investor, baik dalam negeri Indonesia, berinvestasi di Arab Saudi.
 
Sebaliknya, ini tentu akan memberikan dampak positif bagi kepentingan kedua bangsa ini, di mana para pelaku usaha baru-baru ini, baik di Indonesia dan Arab Saudi telah melakukan konferensi beberapa waktu lalu. Mereka menyepakati untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan investasi. Tentu kunjungan ini dapat mendongkrak kerja sama ekonomi kedua negara sehingga bisa dirasakan kedua bangsa.
 
Di samping isu-isu lainnya seperti kontra terorisme, berkaitan dengan pemuda yang terpengaruh dengan pemikiran kekerasan terorisme, yang kita tahu banyak kelompok juga memberikan pengaruh kepada pergerakan pemahaman radikal yang merugikan bangsa Indonesia secara umum. Sekali lagi, kunjungan ini belum diputuskan tapi diperkirakan pertengahan tahun depan.
 
Mengenai TKI, selama ini Arab Saudi menjadi negara yang paling banyak menampung TKI Indonesia. Banyak kisah sukses juga, tapi belakangan ada moratorium TKI ke Arab. Bagaimana tanggapan tentang TKI yang bekerja di Arab Saudi?
 
Berkaitan dengan masalah TKI, kami ingin mengatakan, memang TKI sangat baik dan merupakan terbaik, terutama mereka yang bekerja di sektor domestik. Hal itu memang karena mereka muslimah dan juga rasa cinta terhadap pekerjaannya, kemudian juga cepat beradaptasi dengan  lingkungannya dan juga dasarnya baik.
 
Jadi, itu yang menjadikan kenapa kami katakan bahwa pekerjaan domestik Indonesia yang terbaik di dunia menurut pandangan kami, masyarakat dan Kerajaan Arab Saudi. Namun, disayangkan saat ini dilakukan moratorium dan kita ketahui, penyebab moratorium tentu saja ada tekanan-tekanan komunitas di dalam negeri ini, sehingga terjadilah moratorium dan akibat salah persepsi berkaitan dengan pelaksanaan hukum syariah di Arab Saudi. Yang melakukan pembunuhan tentu dibalas dengan perbuatannya, dan ini juga sesuai dengan proses peradilan di Arab Saudi, jadi tidak serta merta orang bunuh kemudian dibunuh, tidak juga.
 
Artinya sesuai aturan hukum dan kebiasaan di sana. Kalau memang itu penyebabnya, kami juga bertanya-tanya bahwa beberapa tahun lalu, sekitar 2 sampai 6 orang TKI domestik pulang dari Hong Kong atau China, dalam keadaan meninggal dunia. Tetapi reaksi masyarakat tidak seperti reaksi yang ditunjukkan pada saat TKI dilakukan hukum qisos di Arab Saudi. Ini perlu dipertimbangkan menurut pandangan saya.
 
Padahal kita ketahui, pekerja domestik seperti di China, Singapura, Hong Kong dan Australia, dia diharamkan untuk mengenakan hijab, kemudian tidak bebas melaksanakan ibadahnya. Sedangkan di Saudi, tidak begitu. Orang dibebaskan melakukan ibadahnya. Kemudian banyak TKI ini berdampak sangat positif. Sebelum ada moratorium, baik kepada ekonomi, pariwisata, di mana Garuda (maskapai), dulu banyak keuntungan dari tukar menukar kerja sama ini.
 
Namun, setelah adanya moratorium, tentu berdampak sangat signifikan bahkan negatif. Kita ketahui, sebelum moratorium, jumlah TKI sekitar 1 juta, angka besar itu, hal yang logis jika ada unsur pelanggaran. Namun demikian, bukan berarti kita mengatakan semuanya negatif, karena 96 persen TKI sesuai dengan aturan yang berlaku tidak melakukan pelanggaran.
 
Artinya, berapa persen saja yang melakukan pelanggaran dan ini bukan berarti kondisi di Saudi Arabia kurang baik. Karena jumlah yang sangat besar tentu pengaruh kepada interaksi antarmasyarakat Indonesia dan masyarakat Saudi. Oleh karena itu, mengapa Saudi jadi primadona bagi TKI, karena memang di sana ada kesempatan, paling tidak bisa umrah, bisa haji dan dengan adanya moratorium ini, otomatis bisa mengurangi keinginan masyarakat untuk bisa umrah dan haji.
 
Kami berharap ke depannya moratorium ini bisa dicabut dan kerja sama di bidang ini dilakukan kembali. Karena memang ini dipentingkan kedua pihak dalam rangka meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kedua negara.
 
 
 
SUMBER: Viva.co.id




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan