Opini

Rokok...!!! Walaupun Kau 50 Ribu Tetap Kucintai Sepenuh Hati

MonitorRiau.com - Isu kenaikan harga rokok kian menyesak dada. Di Aceh, sudah ada iming-iming beralih ke rokok konvensional, yaitu tembakau kering yang dibungkus dengan daun. Bahkan, ada pula selingan yang menyebutkan bahwa masyarakat Aceh tak perlu khawatir karena ladang ganja masih harum semerbak kasturi. Benar saja, walaupun ladang ganja terus ditumpas namun itu hanya seremoni dari pegiat seni ini untuk menampakkan kepada dunia bahwa ganja telah dimusnahkan. Kenyataan tersebut, tentu berbalik jika kamu menemukan pot berisi ganja hijau di kamar mandi seorang perokok berat.

Rokok, dari dulu sampai sekarang selalu menjadi primadona. Tidak hanya laki-laki yang menyerubut asap rokok, kaum wanita yang ingin mendapatkan suara lebih ngebass atau cuma ikutan gaya masa kini. Kenaikan harga rokok yang meledak bagai bom yang kian mudah meletus di Timur Tengah akhir-akhir ini, sejatinya hanya isapan jempol belaka. Selama ini, rokok selalu naik namun belum mencapai tingkatan Rp.50,000. Para perokok aktif, mengeluh saja sambil mengisap puntung rokok, sambung puntung bertalu-talu, bahkan ada yang menggigit puntung rokok yang katanya berasa manis semanis gula Jawa. Laki-laki perokok mencintai sebatang rokok lebih dari dirinya sendiri. Pagi hari yang terpenting adalah sebatang rokok, bukan sesuap nasi. Menjelang tidur, kecupan asap rokok lebih manja dibandingkan kecupan istrinya.

Begitulah. Rokok teramat senang menembus batas bahagia seorang pecandu. Nikotin yang tertanam rapi dalam tiap puntung rokok membuat kepulan asap menjadi mahakarya terindah sepanjang hidup. Suami dari seorang istri lebih rela beras tak ada di rumah daripada kehilangan sepuntung rokok. Budaya orang Aceh lebih menyasyikkan lagi jika kamu menyimaknya dengan seksama. Di sini, tak ada rasa malu jika kantong kosong nyaring bunyinya. Perokok itu rela meletakkan harga diri ke sisi tersudut saat bersama orang yang banyak rokoknya.

“Kasih saya sebatang,” jok rokok si bak, adalah permintaan lumrah bagi laki-laki Aceh saat berkumpul bersama teman-teman, saat di kondangan, saat kenduri atau pada musim kumpul lainnya. Budaya membagi rokok ini pun terlalu biasa karena di lain waktu, orang lain akan melakukan hal yang sama.

Rokok telah seperti identitas di KTP seseorang. Kamu akan marah jika dikatakan kafir karena Islam secara terang-terangan tertera di kartu identitas. Begitu pula kamu akan marah jika dikatakan perokok berat meskipun sedang memegang puntung rokok sambung-menyambung dari Sabang sampai Merauke. Kamu akan naik pitam dalam satu jam tak menyentuh sebatang rokok. Kamu akan sakau bila semenit saja rokok itu belum melekat di bibirmu. Kamu akan mencari cara agar mendapatkan sepuntung rokok dengan merek kebanggaan.

Nah, merek rokok katanya berbeda rasa. Kamu bisa menyukai merek A. Dia menyukai merek B. Tukar merek kayak telah menukar istri. Beda rasa. Beda selera. Selera laki-laki memang beda. Biarpun merek A yang berpenampilan ekslusif, harga lebih mahal, kamu tetap membelinya. Walaupun merek B, penampilan biasa, harga ramah di kantong, kamu tetap membanggakannya.

Harga rokok bukanlah soal untuk mengurangi perokok. Apabila sarana masih mendukung, tidak ada hukuman berat, maka rokok tetap menjadi primadona. Cinta yang telah menutup mata, ke ujung dunia pun akan kamu raih. Isu menaikkan harga rokok hanya tempelan saja karena semakin dinaikkan, semakin kuat usaha laki-laki untuk mendapatkannya. Laki-laki di Aceh saja merangkak untuk meminang Gadis Aceh idaman dengan mahar emas, sebungkus rokok bukanlah soal untuk bersenang-senang.




[Ikuti Monitorriau.com Melalui Sosial Media]






Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0853-6543-3434/0812-6686-981
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Monitorriau.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan